Social Icons

Minggu, 24 Desember 2017

Catatan Juang - Fiersa Besari

#Ulasan2017



➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Kasuarina, kawan - kawannya memanggilnya Suar. Ia adalah seorang sineas yang lulus dari jurusan DKV, namun Suar mengubur impiannya. Dia merupakan putri sulung dari sebuah keluarga yang tinggal di Desa Utara, dengan ayahnya yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Harapan Suar hilang saat ayahnya divonis terserang Stroke Ringan, sedangkan ayahnya adalah tulang punggung keluarga. Hal inilah yang memaksa Suar untuk kembali ke Ibu Kota dan mengadu nasib disana, yang terpenting adalah ia bisa bertahan hidup meskipun harus mengubur dalam - dalam impiannya.

Setelah mencoba memasukan ke beberapa perusahaan, akhirnya Suar diterima di salah ssatu perusahaan asuransi. Sangat bertolah belakang dari bisang ilmu yang sudah dipelajarinya. Saru bulan pertama Suar belajar bagaimana caranya untuk meyakinkan nasabah ikut dalam asuransi perusahaannya. Suar tak sendiri, Ricky teman sekantornya yang dengan sabar mau membimbing Suar untuk dapat bekerja lebih baik, karena waktu yang mereka habiskan saat bekerja hampir setiap hari. Akhirnya mereka saling ada rasa, meskipun dalam posisi itu Ricky masih mempunyai pacar. Namun ia berjanji pada Suar untuk memutuskan pacarnya dan lebih memilih bersama dengannya. Kisah masih ini hanya suar rasakan setengah tahun, hingga akhirnya Ricky merasa bosan dengan Suar yang terlalu kolot dan polos. Mereka pun putus dan Ricky kembali lagi dengan pacar lamanya.

Hal inilah yang menjadi awal keterpurukan Suar, kinerjanya di perusahaan menurun drastis. Semua nasabahnya banyak yang berhenti bahkan sampai nunggak beberapa bulan. Keluar masuk ruangan manajer menjadi rutinitasnya akhir - akhir ini, caci maki dan teguran selalu ia dapatkan. Ia juga merasa penurunan kinerjanya akibat dari putus cintanya.

Sampai akhirnya saat Suar pulang dari kantor dan menaiki angkutan umum, ia tersandung pada sebuah buku bersampul merah. Ia menoleh ke samping kirinya memastikan apakah ini buku miliknya atau tidak? orang disebelahnya hanya menggelengkan kepala, tanda bahwa itu bukan miliknya. Suar memutuskan untuk membawa buku tersebut dan dengan lancang membuka isinya itu mencari petunjuk nama atau alamat dari sang pemilik. Saat membaca halaman depan ia hanya mendapatkan sebuah nama "Juang", ia tak habil akan. Ia mencoba untuk mencarinya di beberapa media sosial, namun hasilnya nihil. Kemudian ia memutuskan untuk membuka dan membaca halaman berikutnya. Sebuah jurnal atau mungkin catatan perjalanan seseorang, batinnya. Namun ada sensasi lain saat Suar membaca buku tersebut, dimana ia merasa apa yang dialami si penulis sama halnya dengan apa yang dialami sekar saat ini. Ia pun terus membaca halaman berikutnya, bukan maksud untuk lancang membacanya, hanya saja sampai sejauh ini ia belum menemukan titik terang dari sang pemilik, karna ia memang berencana untuk mengembalikannya. Hingga satu titik dimana sang penulis menyinggung masalah menggapai impian. Suar merasa sedikit tergerak untuk ia mulai lagi menggapai impiannya. Ah apakah bapak/ibunya mengijinkan keputusan Suar? sedangkan bapak kan masih sakit, lantas siapa yang akan membatu biaya keluarganya? adiknya juga tak mungkin, ia masih membutuhkan biaya untuk sekolahnya.
Lantas keputusan apa yang akan diambil Suar? apakah ia akan tetap bertahan pada pekerjaannya yang akhir - akhir ini membuatnya frustasi? atau ia memilih untuk mewujudakan impiannya, meskipun kemungkinannya sangat kecil terjadi.
Ahh Suar semakin bingung-,-
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Dalam buku ini kita belajar, hidup yang kamu rasa itu sangat tak berpihak padamu dan kamu selalu menyalahkan lingkunganmu. Justru bukan seperti itu adanya, cobalah untuk menikmati proses yang kau lalui. bukankah semakin besar rintangan yang kita lalui akan membuat kita semakin kokoh untuk terus melangkah? Kamu coba sekarang atau justru nanti kamu akan menyesal karna telah meninggalkan kesempatanmu dengan kesia - siaan. Kamu tak akan bisa mengulang waktu, setidaknya meskipun gagal tapi kamu tak akan pernah menyesal karna telah mencobanya.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

"Kita adalah apa yang kita pikirkan, bukan apa yang mereka pikirkan. Kita adalah apa yang kita inginkan, bukan apa yang mereka inginkan. Tak usah berhenti melangkah. Jatuh dan terluka itu hal yang biasa. Semua akan menang pada waktunya." (Hal.67)

"Jangan terlalu dipikirkan. Bagian tersulit dari mengerjakan sesuatu adalah memikirkannya terlalu lama"(Hal.186-187)

"Biarlah yang terluka menikmati waktunya. Biarlah yang bahagia lupa bahwa kelak mereka akan kembali terluka. Dan disela - sela itu semua, bersyukurlah. Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali, dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibawa ke bengkel. Jangan khawatir, bahkan badai terhebat pun pasti akan reda"(Hal.285)


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖






Sabtu, 23 Desember 2017

Rencana


Perjalanan, sebuah kata yang mungkin sudah sering kalian dengar. Sebuah masa dimana kita melakukan sebuah aktivitas mengunjungi satu atau beberapa tempat. Kamu tergolong orang seperti apa saat memutuskan untuk melakukan perjalanan. Apakah kamu orang yang suka merencanakan sesuatu secara rinci? Atau justru melakukannya secara dadakan, asal ada waktu luang langsung aja "gas". Kalau ditanya selalu merencanakan bisa dibilang iya, bahkan tak jarang sebagian orang benar - benar menyusun secara rinci, dari perlengkapan apa yang dibutuhkan, time manajemennya seperti apa, tempat mana saja yang akan dikunjungi, bahkan kemungkinan - kemungkinan yang bisa terjadi selama perjalanan. Lengkap dengan 5W+1H. Mungkin kamu akan menjumpai satu orang ini dalam kelompok perjalananmu. Beruntunglah kalian jika menemui sosok itu dalam teman perjalanan kalian.


Kesabaran kalian akan diuji disaat semuanya sudah matang dan tinggal eksekusi di hari H keberangkatan, salah satu atau dua dari kelompok perjalanan memutuskan untuk tidak dapat ikut karena suatu alasan. Hal inilah yang terkadang membuat beberapa temanmu yang lainnya juga berfikir, apakah dibatalkan saja? Dipending dulu mungkin? Next time lah bisa diatur semuanya? Atau sebuah alasan klasik, lagi musim hujan, paling juga di atas badai. Dan semua alasan lain dimana alam menjadi kambing hitamnya. Perlu kamu tau bahwa dibalik turunnya hujan, beberapa tumbuhan merasa senang bahkan terlihat segar setelah hujan turun, petani juga senang, langit akan cerah setelah hujan turun, ada banyak nikmat dari turunnya hujan. Kamunya saja yang terlalu mempersalahkan.

Bukankah sebuah Itinerary akan mempermudahkanmu dalam menyiapkan semuanya. Tak usah takut akan seperti apa perjalananmu, walaupun melenceng dari rencana yang sudah kau pikirkan. Itu akan lebih baik, daripada kamu tak membuat perencanaan sama sekali. Bukankah akan sangat menyenangkan jika kamu dapat sebuah tantangan baru, kamu bisa belajar, menapaki dirimu dengan satu hal  yang belum pernah kau bayangkan. Karna harus kau tau bahwa nikmat dari sebuah perjalanan adalah tantangan yang akan muncul selama perjalanan.
Jadi akan sangat tidak enak jika rencanamu hanya sebuah wacana.

Jumat, 01 Desember 2017



lagi bercanda, dikira serius
giliran serius, dikira bercanda.
Ah hidup memang tak sebercanda, dan tak seserius itu
Hehehe











--------------------------------------------------------------------

Jumat, 17 November 2017

Teman Hidup - Andaru Intan

#Ulasan2017




Trauma masa lalu Kinan membuatnya enggan untuk keluar rumah. Ya, kejadian saat ia bermain dengan teman kecilnya, terjadi kecelakaan yang menimpa temannya. Akibatnya Kinan dimarahi oleh kedua orang tuanya, "anak baik itu selalu ada di rumah". Kalimat itu terpati jauh di dalam diri Kinan. Selain itu, kecelakaan Eyang kesayangannya juga terjadi saat Kinan berada di luar rumah. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri, dan kenapa orang - orang di sekitarnya lah yang mengalami hal buruk tersebut.

Ajakan nonton film dan nongkrong untuk remaja seusianya selalu ia tolak. Ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu di rumah, tepatnya di dalam kamar. Duduk di balkon dan menghadap ke atas, memandangi awan - awan. Tak jauh beda dengan Krisna adik laki - lakinya yang tak pernah beranjak dari layar komputernya saat memainkan games kesayangannya, ia hanya keluar kamar saat merasa lapar. 
Pertengkaran kedua orang tuanya dan nyaris sampai pada tahap perceraian, membuat Kinan dan Krisna membuat nadzar melakukan sesuatu yang ia benci dengan catatan ayah dan ibunya tidak berpisah.

Kinan yang tak pernah mengeluhkan kesibukan kedua orang tuanya merasa sangat dicurangi, karna saat ia dan adiknya berbuat kesalahan maka akan dihukum dengan dikunci di dalam toilet selama satu jam. Nah ini disaat kedua orang tuanya salah kenapa mereka justru tetap merasa benar? Hal itulah yang akhirnya membuat Kinan menumpahkan segala kepenatannya selama ini.
Kedua orang tuanya merasa tertampar oleh semua ucapan Kinan. Mereka baru menyadari bahwa selama ini tidak mengenal kedua anaknya, apa makanan kesukaan? alergi yang dimiliki Krisna, Krisna yang pernah menjuarai DOTA tingkat nasional, dan semua hal kecil lainnya.

Keesokan harinya Kinan mendapati ibunya yang sudah sibuk di meja makan, ia kaget bukan main. Biasanya ibunya sudah berdandan cantik dengan pakaian yang matching dari atas hingga tas. Dan memilih untuk bertemu dengan kawan sosialitanya, tapi justru hari ini ibunya tampil tanpa make up dan hanya memakai daster. Sikap ibu dan ayahnya juga berubah. Hal itu membuat Kinan senang tapi juga takut, karna nadzar yang diucapkannya adalah ia rela pergi mendaki gunung, ke pantai dan melakukan kegiatan alam bebas lainnya, serta melakukan backpacker selama 30hari asalkan kedua orang tuanya tidak berpisah. Jika Krisna ia hanya tidak akan bermain DOTA selama 30 hari. Meski berat untuk Krisna, namun ia rela melakukannya, asal keluarganya tetap bersama. 
Sedangkan Kinan merasa risau apakah ia akan mampu melakukannya? sedangkan ia keluar rumah pada saat-saat mendesak, pergi ke toko buku pun hanya sekadar membeli buka yang sudah diincarnya, dan ia harus mampu bertahan selama 30 hari dijalanan. Apakah ia akan bertahan sampai hari ke 30 atau justru ia memilih untuk mengurungkan niatnya itu?

Dalam buku ini kita belajar bahwa tak sekalipun berpergian sendiri membuatmu merasa sendiri, justru dari kesendirianmu itulah kamu bertemu dengan banyak orang yang akan menemani perjalananmu dan juga memberikan banyak pembelajaran untukmu.
Sendiri pun oke, bersama pun akan lebih oke.


"Manusia memang bukan siapa - siapa. Seperti pohon yang merasa gagah bisa menjatuhkan buahnya, padahal inti bumi yang telah menariknya. Seperti laut yang bangga bisa mengikis daratan, padahal gravitasi bulan yang menjadikannya pasang. Seperti ubur - ubur yang gembira dengan tarian tubuhnya, padahal ombak laut yang menggerakannya."(Hal.265)





----o----

Swarnadwipa - Vilda Sintadela

#Ulasan2017



"Rakata, apa emasmu?" tanya ayahnya
"Emasku.. belum ketemu. Masih terkubur dalam tanah"
Rakata Argaptaja tokoh utama dalam buku ini, dia bekerja di salah satu perusahaan tambang ternama di Indonesia. Namun sepeninggal ibunya dalam kecelakaan dan seminggu kemudian disusul ayahnya membuatnya sosok Rakata menjadi sedikit emosional. Ia menyesal saat ibunya meminta untuk pulang ke rumah, tetapi ia tidak mengiyakan bujukan ibunya tersebut. Namun malah kabar duka lah yang membuat ia pulang dan melihat tubuh ibunya sudah terbujur kaku, sedangkan ayahnya dalam keadaan koma. Setelah sepeninggal kedua orang tuanya, Rakata memilih untuk menghabiskan waktunya di dalam perpustakaan milik ayahnya. Disana sudah berjejer rapi buku - buku milik ayahnya dan jurnal - jurnal ayahnya, yang notabene adalah seorang peneliti gunung berapi.

Rakata memilih untuk resign dari pekerjaannya, demi menemukan emasnya. Namun namanya sudah terkenal jelek di mata Gill, atasannya di GMR karna perwatakannya yang pembangkang dan tak sejalan dengan pemikiran Gill, sedangkan Rakata memang sudah lama ingin keluar dari pekerjaannya. Meskipun selama 2 tahun sepeninggal ayahnya ia menahan dan mencoba bermuka dua di mata Gill. Keputusannya sudah bulat, ia juga sudah menyiapkan uang ganti rugi yang akan diberikan ke GMR karna telah melanggar kontrak yang sudah ia sepakati. Agung sahabat Rakata di tempat kerjanya sudah mencoba membunjuknya untuk membatalkan keputusannya dan tetep melanjutkan kariernya. Bukan Rakata kalau tidak melakukan apa yang sudah pernah ia katakan. Keputusan sudah bulat dan ia harus menemukan emasnya dalam perjalanan mengikuti nama - nama tempat yang sudah ditulis dalam jurnal milik ayahnya.

Dalam perjalanannya meninggalkan Pematangsiantar ia bertemu dengan Arung dan Timur. Rakata sendiri masih bingumg menjawab pertanyaan Arung yang menanyakan ia hendak pergi kemana? Tanpa pikir panjang Rakata meminta kepada Arung untuk ia dapat ikut dengannya menuju Lembah Harau. Arung dan Timur setuju dengan permintaan Rakata. Arung dan Timur merupakan yatim piatu yang tinggal bersama Abak Aji sebagai pengganti orang tuanya. Meskipun Arung dan Timur setuju, namun beda halnya dengan Abak Aji. Mereka sampai di rumah Abak Haji saat sudah larut. Abak Haji memang orang yang disiplin, setiap hari harus bangun jam 3 pagi untuk menunggu waktu subuh dan tepat pukul 9 malam harus sudah masuk rumah untuk tidur. Selama di Lembah Harau banyak hal yang didapatkan Rakata, dari yang harus membaca sebait ayat dan harus dibaca dengan benar. "Bacalah dengan ketidaktahuan" Itulah kalimat yang Abak Aji katakan pada Rakata.

Perjalanan Rakata berlanjut menuju G.Kerinci, gunung tertinggi di tanah Sumatra. Sesampainya ia di basecamp pendakian ia bertemu dengan Andes, salah seorang temannya saat di perkuliahan. Mereka berdua melakukan pendakian keesokan harinya, bukan hal yang mudah untuk mendaki gunung. Sejak kecil Rakata memang mempunyai permasalahan pada organ pernapasannya, sehingga saat napasnya berdecit ia harus segera menghirup inhaller untuk memulihkan nya. Rakata sebelumnya tak ada rencana sedikitpun untuk mendaki Kerinci, karna memang ia sudah tau dimana kelemahannya. Namun Abak Aji pernah bilang jika kamu ingin mengetahui seperti apa dirimu, mendakilah gunung. Hal inilah yang menjadikan alasan Rakata sudah sampai disini. Keduanya kemudian bercerita alasan mereka datang kemari. Andes yang merasa sebagai lelaki Minang tidak berani untuk merantau, sedangkan Rakata dengan karir dan pekerjaan yang justru diinginkan oleh banyak orang malah memilih untuk meninggalkan segala kemewahan yang dimilikinya.

Saat melakukan pendakian tubuh Rakata memang tidak dalam kondisi sehat, ia tetep memaksa untuk terus melanjutkan perjalanan, sedangkan raut wajah Andes tersirat begitu mengkhawatirkan kondisi Rakata. Andes tak ingin Rakata mati konyol disini. Namun Rakata berhasil meyakinkan Andes untuk mereka tetap melanjutkan perjalanan, meskipun cuaca sedang tak bersahabat. Kerinci memang terkenal dengan cuaca yang tak bisa diprediksi, bisa saja terjadi hujan secara tiba - tiba, dengan medan yang dilalui juga terbilang sulit. Mereka memutuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat sebelum besok dini hari menuju puncak. Badan Rakata terbujur kaku dan ia terus mengigau dan memanggil - manggil nama ibunya, Andes paniknya bukan kepalang. Ya Rakata kena hipotermia, penyakit mematikan untuk para pendaki.

Lantas apakah Rakata dapat pulih dari kondisi hipotermianya dan melanjutkan perjalanan menuju puncak Kerinci? atau perjalanannya terhenti sampai disini dan bahkan ia belum menemukan apa emasnya?
Dalam buku ini kita belajar bukan untuk mencari, tetapi bagaimana untuk menjadi.

"Kau tak perlu mencari tujuan lain, karena tak ada tujuan yang lain. Satu - satunya yang harus kau cari adalah keyakinan dan petunjuk arah untuk melangkah. Dengan itu semua perbekalanmu akan bermanfaat, punggungmu akan kuat. Dan ingat satu hal, waktumu tak banyak." (Hal.194)

"....keyakinan tidak bisa didapat dengan menduga - duga. Keyakinan muncul karena kejelasan dalam melihat dan berfikir. Keyakinan muncul, karena jernihnya akal dan terbukanya hati."(Hal.209)

"Pacangkanlah keyakinanmu seperti gunung yang menjulang kuat ke bawah tanah, berhatilah seperti seekor burung yanh senantiasa bertawakal kepada Rabb-nya, dan hiduplah seperti seekor lebah yang senang menebar manfaat ke mana pun sayapnya membawa."(Hal.222)






--o--


Selasa, 24 Oktober 2017

Sumbing(2) Via Lamuk

Berawal dari postingan Sutrisni, salah satu teman di upk kampus yang intinya dia kangen dengan ketinggian dan ingin muncak. Karna aku sendiri orangnya memang tidak bisa diam kalau ada salah seorang teman yang sudah mengkode - kode untuk muncak akhirnya aku bilang ke dia, jika ingin muncak atau nanjak kemana gitu jangan lupa ajakin aku yaa hehehe...
Dan baru seminggu lalu aku mengatakan itu, eh taunya dia ada agenda untuk ke Gn. Sumbing, sempat ragu dan ngga mau ikut siii. Karna memang sudah pernah kesana dan yang kemaren itu cukup WOW medannya. Berhubung pendakian yang kemarin sangatlah tidak sesuai dengan harapan (read: sepanjang perjalanan dari camp ke puncak mendung dan saat turun badai. Alhasil tidak mendapatkan view yang sesuai).
Aku pun akhirnya menerima tawarannya untuk gabung dengan pendakian tersebut dan rombongannya pun sama seperti saat Sutrisni nanjak ke Merapi. Kami pun saling berkoordinasi menentukan perlengkapan dan logistik selama kami melakukan pendakian, sehingga hari yang ditunggi - tunggu pun datang juga.


Jumat, 23 Desember 2016
Meeting Point di kosan Benna, teman dari Sutrisni. Aku pun belum tau orangnya seperti apa? hehe
maklum suka ikut pendakian dan palingan dalam satu rombongan hanya 1 orang yang dikenal, sisanya ya kenal saat perjalanan. Nah disitu yang biasanya bikin greget.
Berhubung hari ini hari jumat jadinya kami sepakat untuk berkumpul selepas sholat jumat. Satu demi satu personil mulai berdatangan. Untuk pendakian kali ini yang sudah pasti orangnya itu ada 4 cewek (Aku, Sutrisni, Benna, dan Hani) dan 4 cowok (Mas Danang, Mas Eriko, Ilham dan Enji). Namun yang datang ke kosan Benna hanya 7 orang, karna Enjin menunggu di Bawen. Tepat pukul 14.00WIB ketujuh personil sudah berkumpul dan kami pun siap meluncur ke rumah Enjin di daerah Bawen.
Kami pun membawa semua motor, diantaranya Benna membawa motornya sendiri, Hani berboncengan dengan Sutrisni, Aku membawa motor sendiri, Mas Danang berboncengan dengan Ilham, dan Mas Eriko membawa motornya sendiri. 

Perjalanan menuju rumah Enjin hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit lebih dan tidak lebih dari satu jam. Sampailah kami disalah satu minimarket dan menunggu kedatangan Enjin, setelah kedatangan Enjin kami semua bertolak ke rumah Enjin untuk melakukan Packing ulang untuk mengetahui peralatan apa saja yang masih kurang, supaya nanti kita dapat segera menyewanya.
Kami pun menunggu dan menunggu sampai akhirnya hari semakin gelap dan adzan magrib pun berkumandang. Selepas Magrib kamu pun mulai perjalanan menuju basecamp pendakian, tetapi kami ketambahan 1 personil lagi, Mas Min namanya. Beliau merupakan seorang porter yang jam terbangnya sudah tidak diragukan lagi. Karna dalam personil kami untuk pendakian ke Gn.Sumbing kali ini belum ada yang pernah kesana dan untuk meminimalisir hal yang tidak diinginkan kami pun mengajak Mas Min. Biar aman dan nyaman gitu hloo.. hehehe..

Jadi total personil dalam pendakian kali ini ada 9 orang dengan 5 cowok dan 4 cewek, sedangkan untuk formasi naik motornya diantaranya, Mas Danang dan Mas Min, Mas Eriko dan Sutrisni, Ilham dan Hani, Benna dan Enjin, dan aku sendiri. Perjalanan kali ini dipimpin oleh Mas Danang yang berada di depan dan sebagai penunjuk arah juga karna dia memboncengkan Mas Min yang akan mengantarkan kami semua menuju basecamp pendakian Gn.Sumbing. Setelah sekitar 2 jam perjalanan sampailah kami di Alun - Alun kota Temanggung, kami semua memutuskan untuk istirahat sejenak dan mengisi amunisi perut karna cacing - cacing uda bergejolak. Kami pun singgah pada salah satu warung makan di sana dan menikmati santapan yang disajikan. Sedangkan Mas Min menunggu barang - barang yang ditinggal di motor sembari menunggu personil dabasecamp yang menjemput (mas min juga lupa arah menuju basecamp bagaimana-,-).
Tidak butuh waktu lama 30 menit kami semua sampai di Desa Losari, basecamp pendakian Gn.Sumbing via Lamuk. Kami semua disambut oleh para pengurus basecamp dan saat itu memang basecamp sedang ramai karna hari minggu akan ada acara pendakian dan bersih gunung yang dilakukan oleh pemuda - pemudi Desa Losari. sampainya kami di basecamp awalnya sebagian warga mengira kami adalah mahasiswa KKN, karna lokasi ini juga menjadi salah satu lokasi KKN Mahasiswa Undip periode Januari. hehehe...
Kami pun membersihkan diri dan bersiap untuk instirahat sebelum besok melakukan pendakian yang sesungguhnya,
Selamat Istirahat :)

Sabtu, 24 Desember 2016
Keesokannya kamu bangun dengan yaa udara cukup dingin, maklum belum terbiasa dengan kondisi yang seperti ini.

Hal ini lah sangat berguna bagi kalian yang akan mendaki gunung dengan ketinggian diatas 3.000 mdpl sangat dianjurkan untuk menginap semalam sebelum melakukan pendakian. Dan sebisa mungkin untuk mendaki keesokan harinya, saat cuaca cerah yang pastinya.

Sebagian dari kamu ada yang membeli makanan untuk sarapan kami semua, dan yang lainnya memilih untuk berjalan disekitaran basecamp. Hitung - hitung pemanasan dulu sebelum mendaki hehe..
Tak lupa kami juga mengambil beberapa foto pagi hari, dengan Gn. Sumbing terlihat gagah di depan sana.

View Gn.Sumbing dari desa Losari, Temanggung
Setelah dirasa cukup pemanasan ala kadarnya kami pun menghabiskan sarapan yang sudah dibeli, dan porsinya terbilang WOW banyak sekalii. Jadi 1 bungkus nasi dibuat untuk 2 orang, alhasil sisa makanan yang belum disentuh dibawa naik, mungkin nanti di pos berapa bisa dilanjutkan makannya.
Kami mulai mengepak ulang barang bawaan kami, dan mengecek ulang apakah masih ada yang kurang atau tidak? dan membagi sebgaian perlengkapan ke carier/daypack yang masih longgar. Sebelum berangkat jan lupa berpose dulu hehehe...
tapi kali ini posenya di atas mobil pick up yang akan mengantarkan kami semua sampai jalur pendakian (batas jalan terakhir yang dapat dilalui mobil pick up)



Muka - Muka bahagia sebelum bercucur keringat dan bau acem
(Anis - Mas Danang - Mas Iko - Enjin - Hani - Ilham - Sutrisni)
Perjalanan kami pun dimulai, dari naik pick up ini. Rasanya hampir mirip dengan ojek gunung pada umumnya, cuman kali ini lebih banyak saja yang diangkut. Bukan sayur, tapi sekumpulan pemuda - pemuda yang ingin mencari kesegaran pepohonan dan dinginnya kabut pegunungan. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke jalur pendakian, mungkin hanya sekitar 15 - 20 menit pick up ini akhirnya berhenti juga di batas jalan aspal terakhir. Sebelum selanjutnya jalan sudah berganti menjadi jalan setapak tanah dan sedikit bebatuan.
Formasi kami tersusun dari yang paling depan terdapat, Mas Min, Hani, Enjin, Ilham, Bena, Aku, Sutrisni, Mas Danang dan yang terakhir ada Mas Iko. Pertama kali berjalan amat sangat menguras keringat, punggungpun terasa teraliri air, keringat segedhe jagung mulai turun dari celah pori - poriku, nafas mulai tersenggal senggal, tubuh kami sedikit mulai beradaptasi dengan kondisi udara disini. Yang paling terlihat lelah adalah Sutrisni, ia juga menyadari bahwa ini teramat melelahkan. Sampai - sampai ia meminta kami semua untuk berjalan duluan, tapi ya gimana tidak mungkin juga itu kami lakukan. Kami tetap berjalan bersama san sedikit mengikuti ritme berjalan dengan yang lainnya supaya tidak berjalak terlalu jauh antara satu orang yang di depan dengan satu orang yang dibelakang. Pelan - pelan saja yang penting nanti sampai. 


Teriakan dari Enjin yang ada di belakang Bena memberikan semangat, dengan menghitung langkah kami setiap 30 langkah kaki Bena, baru ia berhenti. Setiap 30 langkah berhenti, kemudian porsinyapun dinaikkan sedikit demi sedikit, dengan hitungan yang cukup lantang. Meskipun terbilang lucu, tetapi cara ini cukup ampuh untuk meningkatkan semangat kami. Sudah sekitar satu jam perjalanan sampailah kami semua di Pos 1. Di pos ini cukup ramai, karena terdapat sebagian warga yang mulai mempersiapkan tenda dan keperluan untuk acara pendakian besok minggu. Tak lupa teriakan semangat juga dilontarkan sebagian warga pada kami yang masih sekitar 20 meter sebelum sampai ke Pos 1.
Crier dan Daypack kami sandarkan pada pohon, merebahkan badan dan mulai menggerakan badan, leggak lenggok menyesuaikan bagian tubuh yang terasa amat berat. Tak lupa sesekali kami minum atau sekeder makan sedikit camilan.


Menuju Pos 1
POS 1
Sekitar 15 menit kita berhenti di Pos 1 dan setelahnya kita mulai melanjutkan lagi perjalanan menuju pos pos berikutnya, jalan yang kami lalui sudah masuk area hutan sehingga kanan - kiri terlihat pohon - pohon yang cukup rapat. Dan tak terasa sekitar pukul 13.30 kami sampai ke Pos 3. Di pos 3 terdapat gubuk yang dapat kami gunakan sebagai tempat berteduh, selain itu sekitar 70 meter dari gubuk tersebut masih dijumpai sumber mata air. Alhasil kami berhenti di sama terbilang cukup lama  (lama sekali malah, hampir 3 jam lebih) dari suhu badan yang awalnya panas karena banyak energi yang dikeluarkan selama perjalanan dan sekarang badan kami cukup merasa kedinginan. Mas Min mulai  membuat perapian disekitar Pos 3, ya api unggun kecil - kecilan sisa dari pendaki sebelumnya. Berhubung logistik kamu terdapat bakso dan sosis, karna hasrat cacing - cacing perut mulai memberontak kamipun makan ala kadarnya, sosis bakar atau bakso bakar mungkin akan terrasa lezat. Hehehe...
Sebagian dari kami juga mengambil air di sumber air terdekat sebagai bahan untuk memasak air, dan sebagian juga ada yang membersihkan diri di sekitar sumber air. Tak jarang kami pun bergantian untuk jadi model ala - ala, karna memang viewnya cukup bagus. Kalau kata anak zaman sekarang itu instagramable.


Sambil menunngu Bakso dan Sosisnya matang
Bakso Bakar


Pawang Api Unggun

Dek Ilham lagi ngapain?
Salah satu spot foto andalan kami

Kami membagi tugas, kaum Adam memcoba menjaga api unggun tetap menyala dan sebagian ada yang mencari beberapa batang kayu kering. Sedangkan yang kaum hawa menyiapkan makanan sebelum kita melanjutkan perjalanan menuju tempat dimana kita ngecamp.
Sedangkan saat kami istirahat ada aja hal - hal lucu yang dibuat sesama kami, contohnya: Mas Danang yang tidak mau kakinya sama sekali menginjak tanah, dengan alasan takut kaos kakinya kotor dan akan merasa dingin jika menyentuk tanah (tolong dikondisikan ya mas, kayaknya selama perjalanan kaos kaki kita emang sudah kotor deh kena debu - debu pasir tanah yang kita injak, terus apa bedanya kalau kaos kaki kita kotor lagi-,-) Sedangkan dia lebih memilih untuk melipir alias menepi melewati kayu yang mengelilingi gubuk hingga mendekat ke arah api unggun. Nih gambarnya ...

Ter - NGAKAK
Memasak adalah salah satu yang menyenangkan dalam kegiatan pendakian, apa yang kamu bawa, bahan makannan yang kadang tak terpikirkan jika kamu berada di kota akan disulap menjadi hidangan yang lezat saat berada di tengah hutan seperti ini. Efek LAPAR sihh, jadi semua yang ada ya tetap akan dimakan. Seperti yang kami lakukan. Ada Nasi, mie rebus yang kuahnya uda meresap kedalam mie jadi mengembang bentuknya, sosis goreng, bakso goreng, telur orak arik, diletakkan di atas alas MMT yang sudah dibersihkan sebelumnya dan kemudian di aduk rada. Tak lupa tiap anak sudah memegang senjatanya masing - masing (read: Sendok). Ditemani susu dan kopi hangat, bisa membayangkan gimana nikmatnya?
Kalau itu mah jangan ditanya lagiii hehehe

Yuklah masak apa yang bisa dimasak
Wajib makan semua dan harus habis tak tersisa,
kecuali alas makannya hehe


Menjelang magrib kami mulai mengepack kembali barang bawaan kami dan membersihkan area Pos 3 yang sekiranya terdapat sampah - sampah dari logistik yang sebagian telah kami habiskan, sebagian ada yang menunaikan sholat, sebagian ada yang mengambil air untuk konsumsi kami selama perjalanan. Dan semuanya pun selesai, saatnya kami melanjutkan kembali perjalanan. Pelan tapi pasti, sungguh santai sekali pendakian kali ini. Beda halnya dengan pendakian massal yang sering aku ikuti, hampir semuanya terbilang sangat buru - buru. Jalur yang kami lalui setelah Pos 3 akan semakin berat, karena Jalur Gn.Sumbing via Lamuk memang masih terdengar asing bagi sebagian besar pendaki. Nyatanya bahwa jalur ini sudah lebih dari 1 tahun, hanya satu dua pendaki yang tahu jalur ini. Selain masih dijumpai sumber air di sekitar Pos 3, jalurnya juga terbilang cukup landai. Karna hanya sebagian kecil pendaki yang mengetahui jalur ini akibatnya pertumbuhan semak belukar semakin rimbun dan terbilang sudah menutupi jalan setapak yang seharusnya dapat dilewati sebagai jalur pendakian.

Saat meninggalkan Pos 3 hari mulai petang, sehingga wajib menggunakan penerangan menggunakan senter. Jalur ini nantinya akan bertemu dengan jalur percabangan Gn.Sumbing via Banaran di Pos 3. Hal ini dapat kami jadikan patokan mengingat saat besok akan turun dan kembali ke jalur via Lamuk. Sampainya kami dipercabangan jalur Banaran banyak pendaki yang sedang beristirahat disana, kemungkinan mereka dari Puncak dan akan turun ke Banaran. Sekitar 5 menit kami semua berhenti, kemudian melanjutkan kembali perjalanan. Hingga hari semakin gelar dan udara mulai masuk melalui celah - celah jaket yang kami kenakan.

Medan yang kami lalui menanjak dan teramat menguras energi pada tubuh kami, tak heran kami beberapa kali istirahat. Pasti tidak lebih dari 3 menit karna angin cukup kuat berhenbusnya sehingga panas tubuh yang kami hasilkan hanya bertahan beberapa menit. Jika tidak ingin kedinginan ya mau tidak mau kita harus terus menggerakkan tubuh kita dan memintanya untuk tetap melangkah. Selain itu tak jarang kami berpapasan dengan beberapa pendaki, sebagian besar ya mungkin anak - anak seumuran SMP atau SMA. Mereka mengatakan bahwa diatas terjadi bagai. Sontak kami semua kaget lah, antara was - was berhenti disini atau malah memilih untuk melanjutkan sampai Watu Ondo. Tapi hal tersebut tak mengusik Mas Min sama sekali, ia hanya mengatakan coba lihat ke atas. (kami mengikuti instruksinya)
"langit cerah kek gitu, ngga mungkin terjadi badai. Paling juga angin aja. Ayo jalan lagi"
Kami ya percaya aja sama yang lebih berpengalaman. Mas Min sudah dikenal sebagai porter dalam pendakian, tak jarang ia sering mengantarkan beberapa pendaki dari luar kota untuk menemani dan sebagai pembuka jalur saat pendakian. Jadi ya kami pasti percaya sama ahlinya dengan jam terbang sudah tinggi. Hehehe...

Kami tetap melanjutkan perjalanan sampai ke Watu Ondo, dan sampainya kami disana. Bukan main anginnya desar banget. Kalaupun kami tetep memaksa mendirikan tenda bebannya 5kali lebih berat saat mendirikan dengan cuaca yang mendukung. Alhasil kami memilih untuk menunggu angin reda, dengan mengeluarkan sleeping bag masing - masing dan kemudian masuklah tiap anak ke sleeping bagnya sendiri, sambil terus berbicara untuk melawan dingginnya udara. Di Watu Ondo merupakan tanah lapang, hanya sedikit pepohonan di sekitarnya, itupun tidak terlalu melindungi kami dari terpaan hembusan angin. Formasinya dari ujung kanan ada, Mas Iko, Enjin, Mas Danang, Hani, Aku, Bena, Sutrisni, dan Ilham. Awalnya Hani sudah cukup merasa kedinginan, sehingga dia memintaku untuk tetap mengajaknya berbicara untuk melawan dinginnya udara yang sudah menjadi - jadi. Aku pun terus mengajaknya berbicara, hingga dia sudah terlelap tidur. Pikirku, karena dia sudah tak bersuara lagi dan matanya sudah terpejam. Aku hanya mencoba untuk memajamkan mata, tapi tetap saja tidak bisa.

Saat itu memang Mas Min sedang berjalan - jalan disekitar kami dan secara tak sengaja kakinya menyenggok kaki Hani dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Spontan ia langsung membuka sleeping bag dengan tubuh yang sudah terbujur kaku, sontak Mas Min bilang Hani kena Hipotermia, kami yang lain merasa bingung, takut bahkan merasa was was, semoga terjadi sesuatu yang buruk. Mas Min dan Mas danang coba menepuk muka dan seluruh badan Hani tetapi tidak ada respon, ia juga sudah menggigil. Untungnya sedikit ada suara yang muncul dari mulut Hani. Perasaan kami sedikit lega, setidaknya sudah ada sedikit harapan. Dan yang lainnya mulai mendirikan tenda. Setelah tenda satu berdiri kemudian Hani dimasukan kedalam diikuti dengan Mas Min, Sleeping bag lapis 3, baju lapis 2, jaket lapis 2, kaos kaki lapis 3, dan diujung kaki dan tangan diberi balsem. Sedangkan yang lainnya mencoba mendirikan tenda yang satunya. 5 orang yang mendirikan tenda meskipun tangan sudah mati rasa karna kedinginan. Hehehe, sampai - sampai buat masukin pasak susah sekali masuk ke tanahnya. Alhasil Mas Danang langsung memukulnya menggunakan tangan, dan katanya tidak sakit sama sekali. Iya tidak sakit, tunggu saja besok mungkin sudah merah - merah semua. Kemudian berlari ke tenda sebelah untuk meminta air panas, karna tenda sebelah terlihat sedang memasak.
Benar dugaan kami, mereka memang sedang memasak air bahkan sudah dicampur dengan wedang jade, sontak Mas Danang ijin memintanya. Mas mas yang ditenda sebelah dan sedang memegang wedang jahe mengatakan iya mas tunggu dulu ya ini mau mendidih airnya. Tapi Mas Danang sedikit ngotot dan mengatakan kalau salah satu anggota kami ada yang kena hipotermia. Sudah tak berpikir panjang masnya yang tadi memegang wedang jahe langsung meyodorkan gelasnya dan mengataka yaudah pakai ini saja mas. Langsung ia berlari ke tenda dan memberikannya ke Mas Min, kalian tau apa yang dikatakan Mas Min.
"Nang kok uda ngga panas lagi?, sedangkan Mas Danang cuman menghela nafas. hehe


Setelah kedua tenda berdiri, kami semua masuk ke dalamnya. Dengan tenda satu terdiri dari Hani, Mas Min, Aku, dan Sutrisni, sedangkan yang lainnya masuk ke dalam tenda satunya. Siap untuk memamasak air. Air yang sudah mendidik dituangkan ke dalam gelas dan diletakkan pada kedua ujung kaki Hani. Sedari tadi dimasukan kedalam tenda, Mas Min tak pernah berhenti mengajak bicara Hani, hal ini dilakukan untuk mencuri perhatiannya dan supaya dia tidak tertidur.


Hipotermia merupakan penyakit yang cukup mematikan bagi para pendaki, terlewat sedikit bisa berujung fatal. Penyakit ini dimana suhu tuhuh kita tidak dapat mengatasi suhu dingin dilingkungan sekitar, sehingga respon pada tubuh kita yaitu menggigil bahkan bisa sampai menghambat sistem pernapasan maupun peredaran darah dari jantung. Hal yang seharusnya dilakukan untuk mengatasinya adalah melepas semua pakaian yang dikenakannya dan menggantinya dengan pakaian kering. Kemudian menutupi semua tubuhnyan dengan sleeping bag atau selimut, dan memberikan minuman hangat. Jangan lupa untuk terus mengajaknya berbicara.


Aku dan Benna memang berencana buat tidur di luar, karna Langit sedang cantik - cantiknya dan bertabur bintang, mungkin ya ada milky way. Saat itu cuman ada 4 tenda di Watu Ondo, 2 tenda milik kami dan 2 tenda di dekat papan bertulis Watu Ondo milik pendaki lainnya. Baru berjalan 5 menit saat mencoba kamera, tapi tangan sudah mati rasa kedinginan, mungkin kameranya juga rewel, semua gambar yang diambil blur dan tak ada satupun yang hasilnya memuaskan. Angin semakin kencang, dan kami berdua akhirnya menyerah, memilih untuk masuk kembali ke dalam tenda dan beristirahat. Mungkin esok akan lebih indah pemandangannya. Daripda mati konyol kedinginan di luar tenda.


Benna uda siap tidur di luar tenda hehe

Minggu, 25 Desember 2016
Tubuh ini seperti tidak mau meninggalkan sleeping bag, ingin rasanya terus berlama - lama. Kegaduhan di luar tenda mulai nyaring. Ya memang, hari sudah mulai terang. Para pendaki lain siap menunggu datangnya sunset. Satu hal yang menjadi incaran pendaki selama melakukan pendakian. Akupun memaksakan tubuhku untuk bangun dan melawan dingginnya suhu di sini untuk dapat keluar dan melihat sunset.
Hamparan lampu - lampu kota


Sungguh foto di atas belum ada apa - apanya dengan pemandangan aslinya yang sungguh teramat KEREN. Tak henti hentinya kami mengabadikan setiap momen, dan setiap orang sibuk dengan kameranya masing - masing. Entah itu membuat timelandscape, panorama, atau membuat video. Dan saat matahari mulai muncul, mereka semua berlomba membuat foto siluet.

Yeay Hidungku terlihat mancung

Selfie dulu sama mb Han
Isi amunisi sebelum nanjak lagi

Pie mantep to?

Tepat pukul 07.30 kami bersiap untuk summit dengan meninggalkan semua barang di tenda dan hanya membawa 2 daypack dan semua barang berharga. Tak lupa membawa air dan makanan untuk persediaan selama summit. Hani dan Mas Min sudah berjalan duluan, sedangkan aku dan Bena memilih untuk menunggu Sutrisni mencari spot untuk gali lubang tutup lubang. Tidak tau ini anak kenapa dari kemarin pas istirahat di Pos 3 bawaannya perutnya susah dikontrol untuk mengeluarkan sesuatu. Sambil menunggu ya biasalah mengabadikan setiap momen, lumayan cerah langitnya. Jadi bakal bagus fotonya.
Adek yang selalu minta difoto-,-
Hamparan Awan berbulu Domba
[jadi pengen tidur di atasnya]

Nunggu opo Mas e?
Jalan ke depan dan sesekali memandang ke belakang dengan hamparan lautan awan berbulu domba, jadi makin semangat nih kami semua. hehehe
Sampai suatu ketika ketika kami sudah sampai ke satu batu yang katanya spot foto andalan para pendaki. Akibatnya ya kami semua saling berebut foto, tapi ngga sampai berebut juga sih hehehe.. Nih salah satu hasil fotonya :)
Yang di atas itu Mas Iko, sedangkan
yang dibawah nunggu lagi antrian


Kame - Kameha nya Dragon Ball
Perjalanan selama menuju puncak yaa kebanyakan nanjaknya, jarang bonusnya. Tiap melihat bukit selalu mengatakan "yeyyy puncak sebentar lagi" tetapi harapan kami selalu pupus setiap kali Mas Min mengatakan, "sebentar lagi kok, puncaknya ada di balik bukit itu" Setelah melewatu bukit tersebut masih terlihat bukit yang lainnya.
Hayo siapa yang sering dapat harapan palsu? ya seperti kita ini
[selalu berharap pada akhirnya realita berkata lain hehe]
Setidaknya kami sudah tenang saat sampai di padang savana, kalau tidak salah namanya 'telaga banjaran'. Telaga banjaran sendiri merupakan padang savana yang cukup luas dengan diapit beberapa bukit, yang katanya salah satu bukitnya adalah Puncak Rajawali. dan belum ada satu pun pendaki yang sudah sampai di atas sana. karna memang harus melewati tebing - tebing berbatu licin jika kita ingin sampai ke puncaknya, dan juga harus dilengkapi peralatan climbing serta sudah berpengalaman juga menjadi salah satu kunci utama untuk menggapainya.
Cukup lama kami mengabadikan beberapa momen di telaga banjaran, jika kamu beruntung makan akan menjumpai bunga edelwies di beberapa titik sepanjang savana, bunga abadinya para pendaki.


Berasa Foto Pre-Wed yak hehe


Puncaknya di balik bukit itu

Panorama Savana

Pengarahan gaya dulu sebelum dipotret




Setelah melewati padang savana kita sampai ke puncak kawah. Dimana disana masih tercium bau belerang yang keluar dari balik bebatuan. Jadi jangan terlalu lama berdiam di sini yaa.. , karna jika belerang dapat terhirup terlalu banyak.





Foto diatas merupakan kawah yang terlihat kering, karna memang tidak ada airnya. Dan jangan coba - coba melewatinya, kalaupun ingin melewatinya, tetap hati - hati. Kita juga tidak tau apakah pijakan kita memang jatuh pada pijakan yang tepat, atau malah pada tempat yang dibawahnya berongga, tidak mau juga kan jika masuk ke dalamnya juga.
Lebih amannya ya dinikmati saja pemandangannya, lumayan bisa cuci mata.

Kami juga berjumpa dengan beberapa pendaki dan yang paling kami sukai adalah saat berjumpa dengan seorang pendaki. "Solo Hiking" bahasa kerennya, dan dia masih SMP. Kalau tidak salah namanya Assidik asalnya dari Klaten. Sempat ngobrol juga sebentar, gimana respon orang tuanya saat dia memutuskan untuk menjadi solo hiking. Dari ceritanya si, awalnya memang orang tuanya sedikit menentang dengan keputusannya, apalagi pada umurnya yang masih cukup belia. Ia mampu meyakinkan orang tuanya dengan membeli semua peralatan pendakiannya dengan uang hasil tabungannya sendiri, karna menurutnya ini kegiatanmu, kenapa harus orang tuamu yang menanggung. Menurut Aku dan Benna yang saat itu memang sedang berbincang dengannya, salut dan terbilang cukup nekat. Menurut ilmu yang kutau dan sedikit cerita yang pernah kubaca adalah jika ingin melakukan pendakian atau kegiatan di alam bebas, minimal 2 orang lah. Jadi jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada kita, masih ada satu orang yang dapat membantu kita. Intine "OJO NEKAT". Dek Assidik juga sudah mendaki beberapa gunung yang ada di Jawa Tengah, Gunung Merbabu dan Merapi juga sudah ia sambangi. Pesan dari kami sebelum berpisah hanyalah ungkapan semangat untuk ia tetap terus melanjutkan tekadnya. Kami pun sempat berfoto dan bertukar id instagram.
Ini dia Adek nya

Setelah itu kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan melanjutkan perjalanan ke basecamp. Selama perjalanan turun matahari tidak begitu terik, namun langitnya cukup cerah sehingga kami mendapatkan pemandangan yang begitu memukau. Beruntung sekali pendakianku kali ini, meskipun sebelumnya sudah pernah ke gunung ini, tetapi pendakianku yang sebelumnya sepanjang perjalanan penuh kabut. Saking tebalnya kabut malah menjadi ritik - rintik air hujan, ya berasa gerimis manja. Terbilang santai saat turun, persediaan minum yang hanya tinggal sebotol. Semoga saja botol yang kami tinggal di sumber air sepanjang jalur menuju puncak tidak hilang, lumayan untuk tambahan pasokan air minum kami sepanjang perjalanan. Karna perjalanan kami masih panjang. Sampainya kami di sumber air (sumber airnya ini berupa bebatuan yang saling berhimpit kemudian muncul tetesan air dari celah himpitam tersebut, jadi kami meletakkan botol di bawah celahnya) botol kami masih ada dan sudah terisi hampir setengah botol. Kamipun saling meminumnya bergantian, dan lumayan melepas dahaga kami. Karna air di pegunungan memang air yang sangat menyegarkan. 

Logistik kami juga sudah habis, tapi dari arah belakang si Enjin dan Mas Danang cengar - cengir penuh makna. Ya setelah sedikit rayuan akhirnya mereka menceritakan bahwa mereka menemukan sebatang coklat. Sedangkan raut muka kami berubah jadi sumringah dan tersenyum penuh harapan [minta dibagi, maksudnya] Awalnya mereka hanya mau membukanya jika sudah sampai di tenda, karena pada bungkus coklat tersebut tertulis nama, mungkin saja itu nama si pemilik coklatnya. Takutnya saat kami buka di sana, pemiliknya masih dekat di sekitar kami, nanti malah diminta hehe..
Ujungnya juga coklatnya dibuka dan dibagi beberapa bagian, tiap anak mendapat satu bagian. Dan tersisa 2 bagian yang menjadi hak pemilik di penemunya. Lumayan lah mengisi sedikit energi *pikirkami


Dan sampailah kami di tenda milik kami, dan sontak bebarengan langsung mengambil posisi tidur sekitar tenda yang cukup teduh untuk merebahkan badan. Saat kami sampai di tenda cuaca cukup terik, jadi kalau tidak mau kepanasan ya kami tidak masuk ke dalam tenda. Kami lebih memilih di luar tenda, meskipun matahari sedang terik - teriknya, setidaknya hembusan angin menjadi obat penawarnya. Tiga puluh menit berlalu, kami langsung membongkar tenda dan mulai packing ulang untuk selanjutnya bergegas menuju basecamp. Biar tidurnya bisa lama dan langsung bersih - bersih.
Sebelum turun yuk foto bareng dulu hehe (padahal fotonya sudah banyak hehe)

Atas: Mas Min - Ilham - Mas Danang - Mas Iko - Enjin
Bawah: Hani - Anis - Benna - Sutrisni
Foto di atas merupakan formasi lengkap foto kami. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju basecamp dengan urutan. Hani dan Mas Danang paling depan, disusul Mas Min, dilanjut Anis, Sutrisni, Ilham, Benna, Mas Iko dan Enjin. Berhubung perjalanan turun dengan jalan yang menurut membuat langkah kami semakin cepat. Sepanjang perjalanan ya selalu ada candaan yang tercipta diantara kami, selain itu juga lebih mengamati dengan seksama jalan yang kami lewati semalam. Ternyata tak seburuk jalan yang kami lewati saat malam, 'gelap' menjadi salah satu faktor yang membut kami berkesimpulan seperti itu. Tanjangan semalam sangatlah melelahkan hehe..

Tak terasa sampailah kami di pertigaan Pos 3, kami harus berbelok dan mengambil jalan menurun jika ingin sampai ke basecamp Lamuk, jika kami memilih lurus akan sampai ke basecamp Banjaran. Mas Danang dan Hani sudah tak terlihat, mungkin mereka sudah sampai ke Pos 3 Lamuk tempat kemarin kami berhenti cukup lama. Aku, Sutrisni dan Benna memilih untuk duduk sebentar dan menunggu rombongan belakang supaya tak salah memilih jalan. Dan setelah lengkap, kecuali Hani dan Mas Danang, kami bersiap turun ke bawah. Ternyata daritadi Mas Min duduk di percabangan jalan turun dan memastikan jika kami tidak salah mengambil jalan. Setelah cukup lama Mas Min yang lebih dulu sampai dan mengatakan bahwa dia tak melihat Hani dan Mas Danang sama sekali. Kesimpulannya adalah kemungkinan besar mereka turun jalur Banjaran. Sontak Ilham langsung berlari menurun menuju Pos 3, sedangkan Enjin berlari menuruni tangga menuju jalur Banaran.  (karna jalur Banaran dari pos 1 - pos 3 berupa tangga - tangga), sedangkan kami semua diminta untuk menunggu di Pos 3 dan beristirahat di sana. Mas Min memilih untuk tetap menunggu dipercabangan jalur tadi.

Semak - semak belukar menutupi jalur setapak (oh jadi ini jalur yang semalam kami lalui *batinkami), hari masih terang dan cukup membuat kami melong-long memastikan pijakan kami tak salah. Apalagi dengan kondisi jalan menurun dan punggung Ilham sudah tak terlihat. Tinggal ada aku dan Sutrisni, kami berdua hanya bisa memanggil dan memastikan arah datannya suara. Sampainya kami di Pos 3, benar hanya ada Ilham saja. Bahkan Ilham sudah mencari ke sumber mata air, mungkin saja mereka berdua sedang beristirahat di sana. Memanggil nama mereka berdua, namun tetap tak ada jawaban. Kami pun pasrah dan menunggu kabar Enjin kembali. Sedangkan selama di Pos 3 Ilham bercerita kepada kami untuk membayangkan bagaimana ekspresi dan keluhan yang nanti akan disampaikan Mas Danang. Cukup geli kami mendengarnya, tapi ya mungkin saja nanti seperti itu. Kami hanya bisa tertawa sejadi - jadinya. Saking lucunya Ilham menirukan tingkah dan nada bicara Mas Danang.

Sejam barlalu, akhirnya Enjin datang juga dan dia sudah marah - marah lebih tepatnya misuh - misuh atau ngegerundel karna jengkel, dengan Hani dan Mas Danang mengekorinya. Mas Dang cuman bisa cengar - cengir seperti tidak terjadi apa - apa dan tanpa muka bersalah. Sejam lebih kami menunggunya karna semua logistik dan alat masak ada di dalam carier yang ia bawa. Tanpa penuh dosa ia meletakkan carier dan nerocos seperti burung tanpa hentinya, aku, Ilhan, Sutrisni dan Benna kami hanya bisa menahan tawa dan memutar memori waktu sebelumnya. Adegannya sama persih dengan apa yang sudah dipraktekan Ilham waktu lalu, cuman bedanya ini versi aslinya. hehehe
Usilnya kami, langsung coba meledek Mas Danang bahwa ada maksud tersendiri atau kenyasarannya memang sudah disengaja, saking asyik berbicara dengan Hani sampai - sampai jalan yang harusnya berbelok tertutupi dengan getaran cinta dari Mas Danang, dan raut muka mereka berubah seperti udang rebus. Sontak kami tertawa puas dengan kemenangan telak.

Seperti sebelumnya kami langsung membagi diri sesuai dengan tugasnya masing - masing, sebagian ada yang memasak, sebagian ada yang mengambil air, sebagian ada yang membuat perapian, dan ada juga yang hening tanpa bahasa. Kami harus menghabiskan semua logistik makanan yang tersisa supaya beban dalam carier berkurang, benar saja semuanya dimasak dan dicampur menjadi satu. Gundukan makanan masih terlihat tapi satu persatu dari kami sudah mulai mundur menandakan bahwa perut sudah sangat kenyang. Bahkan seorang Enjin dan Ilham sudah angkat tangan. Padahal mereka terlihat paling banyak makannya diantara rombongan kami. Setelah dipaksa masuk satu suap demi satu suap akhirnya habis sudah makanan kami, kamipun mulai bersiap untuk turun ke basecamp karna hari sudah mulai gelap.

Formasi kali ini Hani berada paling depan disusul dengan Mas Min yang memapahnya, karena sebelum berangkat salah satu kaki Hani bengkak karena terjatuh. Jadi kemarin bengkak yang belum terlalu pulih digunakan untuk menopang saat perjalanan turun dari puncak membuat kondisi bengkaknya jadi parah. Alhasil kami semua berjalan pelan mengikuti langkahnya. Kondisi ini semakin membuat salah satu dari kami sedikit emosional, dengan carier yang ia kenakan dan irama berjalan yang lambat dan beberapa kali istirahat membuat kami cepat mengalami lelah. Akibatnya rombongan kamipun akhirnya terpecah menjadi 2 kelompok. Dan hanya tersisa Hani, Mas Min dan aku pada rombongan belakang. Rombongan pertama sudah berjalan duluan supaya sampai ke basecamp dan mengabarkan untuk menjemput rombongan saya yang masih tertinggal dengan satu orang anggota mengalami kaki terkilir.

(Awalnya aku merasa kecewa karena tidak ada orang dibelakangku, karna saat itu hari sudah benar - benar gelap dan hanya terdengar saut - saut serangga dan burung di hutan. Lumayan parno, seperti ada yang mengikuti dibelakangku, untuk memecah kesunyian aku memilih untuk memutar musik dari handphoneku dan berdendang mengikuti irama {biar pikiran yang jelek - jelek teralihkan} Meskipun akhirnya dalam hari berteriak ketakutan-,-)

Akhirnya, sampailah aku, Hani dan Mas Min di Pos 1. Kami memutuskan untuk beristirahat dan membuat perapian karena tubuh Hani sudah semakin menggigil dan sedikit kaku. Mas Min mencari beberapa ranting pohon yang ada disekitar Pos 1, sedangkan aku bertugas untuk mempertahankan bara api tetap menyala. Untungnya saat di Pos 1 sudah ada sinyal telepon, Benna menanyakan posisi kami dan ia sudah berada di tempat dimana kami turun dari pick up. Aku baru melanjutkan perjalanan setelah keadaan Hani sedikit membaik dan mampu untuk berjalan menuruni ladang warga. Pelan - pelan yang pasti sampai. Meskipun jam tangan sudah menunjukan pukul 23.00 WIB. Dan setelah perjuangan panjang sampailah kami rombongan yang tertinggal di tempat penjemputan. Beberapa orang dari basecamp sudah menunggu kami bahkan ada dari mereka yang mengira terjadi hal - hal yang tidak baik diantara kami. Karna HT yang diberikan kepada kami hanya berfungsi sampai di Watu Ondo, selama perjalanan turun tidak ada komunikasi sama sekali. Akibatnya orang yang dibasecamp resah dan bertanya pada pendaki yang sudah turun untuk menanyakan kondisi kami dan posisi kami terakhir bertemu mereka dimana.

Pukul 12 malam kurang beberapa menit sampailah kami di basecamp, lega, lelah, ngantuk bercampur jadi satu. Kami langsung disambut hangat oleh pengurus basecamp dan beristirahat untuk membersihkan diri. Setelah selesai pertanyaan dari mereka muncul disambut dengan cerita mendetail dari kami.


Ah sungguh selalu ada hikmah dibalik sebuah kejadian
dengan begitu kamu akan mengerti arti sebuah perjalanan

-skip tidur-



Senin, 26 Desember 2016
Selamat pagi :)
Bagaimana? kaki aman kah?
hehehe

Foto dulu sebelum pulang




-The End-




 
Blogger Templates