Berawal dari postingan Sutrisni, salah satu teman di upk kampus yang intinya dia kangen dengan ketinggian dan ingin muncak. Karna aku sendiri orangnya memang tidak bisa diam kalau ada salah seorang teman yang sudah mengkode - kode untuk muncak akhirnya aku bilang ke dia, jika ingin muncak atau nanjak kemana gitu jangan lupa ajakin aku yaa hehehe...
Dan baru seminggu lalu aku mengatakan itu, eh taunya dia ada agenda untuk ke Gn. Sumbing, sempat ragu dan ngga mau ikut siii. Karna memang sudah pernah kesana dan yang kemaren itu cukup WOW medannya. Berhubung pendakian yang kemarin sangatlah tidak sesuai dengan harapan (read: sepanjang perjalanan dari camp ke puncak mendung dan saat turun badai. Alhasil tidak mendapatkan view yang sesuai).
Aku pun akhirnya menerima tawarannya untuk gabung dengan pendakian tersebut dan rombongannya pun sama seperti saat Sutrisni nanjak ke Merapi. Kami pun saling berkoordinasi menentukan perlengkapan dan logistik selama kami melakukan pendakian, sehingga hari yang ditunggi - tunggu pun datang juga.
Aku pun akhirnya menerima tawarannya untuk gabung dengan pendakian tersebut dan rombongannya pun sama seperti saat Sutrisni nanjak ke Merapi. Kami pun saling berkoordinasi menentukan perlengkapan dan logistik selama kami melakukan pendakian, sehingga hari yang ditunggi - tunggu pun datang juga.
Jumat, 23 Desember 2016
Meeting Point di kosan Benna, teman dari Sutrisni. Aku pun belum tau orangnya seperti apa? hehe
maklum suka ikut pendakian dan palingan dalam satu rombongan hanya 1 orang yang dikenal, sisanya ya kenal saat perjalanan. Nah disitu yang biasanya bikin greget.
Berhubung hari ini hari jumat jadinya kami sepakat untuk berkumpul selepas sholat jumat. Satu demi satu personil mulai berdatangan. Untuk pendakian kali ini yang sudah pasti orangnya itu ada 4 cewek (Aku, Sutrisni, Benna, dan Hani) dan 4 cowok (Mas Danang, Mas Eriko, Ilham dan Enji). Namun yang datang ke kosan Benna hanya 7 orang, karna Enjin menunggu di Bawen. Tepat pukul 14.00WIB ketujuh personil sudah berkumpul dan kami pun siap meluncur ke rumah Enjin di daerah Bawen.
Kami pun membawa semua motor, diantaranya Benna membawa motornya sendiri, Hani berboncengan dengan Sutrisni, Aku membawa motor sendiri, Mas Danang berboncengan dengan Ilham, dan Mas Eriko membawa motornya sendiri.
maklum suka ikut pendakian dan palingan dalam satu rombongan hanya 1 orang yang dikenal, sisanya ya kenal saat perjalanan. Nah disitu yang biasanya bikin greget.
Berhubung hari ini hari jumat jadinya kami sepakat untuk berkumpul selepas sholat jumat. Satu demi satu personil mulai berdatangan. Untuk pendakian kali ini yang sudah pasti orangnya itu ada 4 cewek (Aku, Sutrisni, Benna, dan Hani) dan 4 cowok (Mas Danang, Mas Eriko, Ilham dan Enji). Namun yang datang ke kosan Benna hanya 7 orang, karna Enjin menunggu di Bawen. Tepat pukul 14.00WIB ketujuh personil sudah berkumpul dan kami pun siap meluncur ke rumah Enjin di daerah Bawen.
Kami pun membawa semua motor, diantaranya Benna membawa motornya sendiri, Hani berboncengan dengan Sutrisni, Aku membawa motor sendiri, Mas Danang berboncengan dengan Ilham, dan Mas Eriko membawa motornya sendiri.
Perjalanan menuju rumah Enjin hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit lebih dan tidak lebih dari satu jam. Sampailah kami disalah satu minimarket dan menunggu kedatangan Enjin, setelah kedatangan Enjin kami semua bertolak ke rumah Enjin untuk melakukan Packing ulang untuk mengetahui peralatan apa saja yang masih kurang, supaya nanti kita dapat segera menyewanya.
Kami pun menunggu dan menunggu sampai akhirnya hari semakin gelap dan adzan magrib pun berkumandang. Selepas Magrib kamu pun mulai perjalanan menuju basecamp pendakian, tetapi kami ketambahan 1 personil lagi, Mas Min namanya. Beliau merupakan seorang porter yang jam terbangnya sudah tidak diragukan lagi. Karna dalam personil kami untuk pendakian ke Gn.Sumbing kali ini belum ada yang pernah kesana dan untuk meminimalisir hal yang tidak diinginkan kami pun mengajak Mas Min. Biar aman dan nyaman gitu hloo.. hehehe..
Jadi total personil dalam pendakian kali ini ada 9 orang dengan 5 cowok dan 4 cewek, sedangkan untuk formasi naik motornya diantaranya, Mas Danang dan Mas Min, Mas Eriko dan Sutrisni, Ilham dan Hani, Benna dan Enjin, dan aku sendiri. Perjalanan kali ini dipimpin oleh Mas Danang yang berada di depan dan sebagai penunjuk arah juga karna dia memboncengkan Mas Min yang akan mengantarkan kami semua menuju basecamp pendakian Gn.Sumbing. Setelah sekitar 2 jam perjalanan sampailah kami di Alun - Alun kota Temanggung, kami semua memutuskan untuk istirahat sejenak dan mengisi amunisi perut karna cacing - cacing uda bergejolak. Kami pun singgah pada salah satu warung makan di sana dan menikmati santapan yang disajikan. Sedangkan Mas Min menunggu barang - barang yang ditinggal di motor sembari menunggu personil dabasecamp yang menjemput (mas min juga lupa arah menuju basecamp bagaimana-,-).
Tidak butuh waktu lama 30 menit kami semua sampai di Desa Losari, basecamp pendakian Gn.Sumbing via Lamuk. Kami semua disambut oleh para pengurus basecamp dan saat itu memang basecamp sedang ramai karna hari minggu akan ada acara pendakian dan bersih gunung yang dilakukan oleh pemuda - pemudi Desa Losari. sampainya kami di basecamp awalnya sebagian warga mengira kami adalah mahasiswa KKN, karna lokasi ini juga menjadi salah satu lokasi KKN Mahasiswa Undip periode Januari. hehehe...
Kami pun membersihkan diri dan bersiap untuk instirahat sebelum besok melakukan pendakian yang sesungguhnya,
Selamat Istirahat :)
Sabtu, 24 Desember 2016
Keesokannya kamu bangun dengan yaa udara cukup dingin, maklum belum terbiasa dengan kondisi yang seperti ini.
Sebagian dari kamu ada yang membeli makanan untuk sarapan kami semua, dan yang lainnya memilih untuk berjalan disekitaran basecamp. Hitung - hitung pemanasan dulu sebelum mendaki hehe..
Tak lupa kami juga mengambil beberapa foto pagi hari, dengan Gn. Sumbing terlihat gagah di depan sana.
Setelah dirasa cukup pemanasan ala kadarnya kami pun menghabiskan sarapan yang sudah dibeli, dan porsinya terbilang WOW banyak sekalii. Jadi 1 bungkus nasi dibuat untuk 2 orang, alhasil sisa makanan yang belum disentuh dibawa naik, mungkin nanti di pos berapa bisa dilanjutkan makannya.
Kami mulai mengepak ulang barang bawaan kami, dan mengecek ulang apakah masih ada yang kurang atau tidak? dan membagi sebgaian perlengkapan ke carier/daypack yang masih longgar. Sebelum berangkat jan lupa berpose dulu hehehe...
tapi kali ini posenya di atas mobil pick up yang akan mengantarkan kami semua sampai jalur pendakian (batas jalan terakhir yang dapat dilalui mobil pick up)
Perjalanan kami pun dimulai, dari naik pick up ini. Rasanya hampir mirip dengan ojek gunung pada umumnya, cuman kali ini lebih banyak saja yang diangkut. Bukan sayur, tapi sekumpulan pemuda - pemuda yang ingin mencari kesegaran pepohonan dan dinginnya kabut pegunungan. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke jalur pendakian, mungkin hanya sekitar 15 - 20 menit pick up ini akhirnya berhenti juga di batas jalan aspal terakhir. Sebelum selanjutnya jalan sudah berganti menjadi jalan setapak tanah dan sedikit bebatuan.
Formasi kami tersusun dari yang paling depan terdapat, Mas Min, Hani, Enjin, Ilham, Bena, Aku, Sutrisni, Mas Danang dan yang terakhir ada Mas Iko. Pertama kali berjalan amat sangat menguras keringat, punggungpun terasa teraliri air, keringat segedhe jagung mulai turun dari celah pori - poriku, nafas mulai tersenggal senggal, tubuh kami sedikit mulai beradaptasi dengan kondisi udara disini. Yang paling terlihat lelah adalah Sutrisni, ia juga menyadari bahwa ini teramat melelahkan. Sampai - sampai ia meminta kami semua untuk berjalan duluan, tapi ya gimana tidak mungkin juga itu kami lakukan. Kami tetap berjalan bersama san sedikit mengikuti ritme berjalan dengan yang lainnya supaya tidak berjalak terlalu jauh antara satu orang yang di depan dengan satu orang yang dibelakang. Pelan - pelan saja yang penting nanti sampai.
Teriakan dari Enjin yang ada di belakang Bena memberikan semangat, dengan menghitung langkah kami setiap 30 langkah kaki Bena, baru ia berhenti. Setiap 30 langkah berhenti, kemudian porsinyapun dinaikkan sedikit demi sedikit, dengan hitungan yang cukup lantang. Meskipun terbilang lucu, tetapi cara ini cukup ampuh untuk meningkatkan semangat kami. Sudah sekitar satu jam perjalanan sampailah kami semua di Pos 1. Di pos ini cukup ramai, karena terdapat sebagian warga yang mulai mempersiapkan tenda dan keperluan untuk acara pendakian besok minggu. Tak lupa teriakan semangat juga dilontarkan sebagian warga pada kami yang masih sekitar 20 meter sebelum sampai ke Pos 1.
Crier dan Daypack kami sandarkan pada pohon, merebahkan badan dan mulai menggerakan badan, leggak lenggok menyesuaikan bagian tubuh yang terasa amat berat. Tak lupa sesekali kami minum atau sekeder makan sedikit camilan.
Saat itu memang Mas Min sedang berjalan - jalan disekitar kami dan secara tak sengaja kakinya menyenggok kaki Hani dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Spontan ia langsung membuka sleeping bag dengan tubuh yang sudah terbujur kaku, sontak Mas Min bilang Hani kena Hipotermia, kami yang lain merasa bingung, takut bahkan merasa was was, semoga terjadi sesuatu yang buruk. Mas Min dan Mas danang coba menepuk muka dan seluruh badan Hani tetapi tidak ada respon, ia juga sudah menggigil. Untungnya sedikit ada suara yang muncul dari mulut Hani. Perasaan kami sedikit lega, setidaknya sudah ada sedikit harapan. Dan yang lainnya mulai mendirikan tenda. Setelah tenda satu berdiri kemudian Hani dimasukan kedalam diikuti dengan Mas Min, Sleeping bag lapis 3, baju lapis 2, jaket lapis 2, kaos kaki lapis 3, dan diujung kaki dan tangan diberi balsem. Sedangkan yang lainnya mencoba mendirikan tenda yang satunya. 5 orang yang mendirikan tenda meskipun tangan sudah mati rasa karna kedinginan. Hehehe, sampai - sampai buat masukin pasak susah sekali masuk ke tanahnya. Alhasil Mas Danang langsung memukulnya menggunakan tangan, dan katanya tidak sakit sama sekali. Iya tidak sakit, tunggu saja besok mungkin sudah merah - merah semua. Kemudian berlari ke tenda sebelah untuk meminta air panas, karna tenda sebelah terlihat sedang memasak.
Benar dugaan kami, mereka memang sedang memasak air bahkan sudah dicampur dengan wedang jade, sontak Mas Danang ijin memintanya. Mas mas yang ditenda sebelah dan sedang memegang wedang jahe mengatakan iya mas tunggu dulu ya ini mau mendidih airnya. Tapi Mas Danang sedikit ngotot dan mengatakan kalau salah satu anggota kami ada yang kena hipotermia. Sudah tak berpikir panjang masnya yang tadi memegang wedang jahe langsung meyodorkan gelasnya dan mengataka yaudah pakai ini saja mas. Langsung ia berlari ke tenda dan memberikannya ke Mas Min, kalian tau apa yang dikatakan Mas Min.
"Nang kok uda ngga panas lagi?, sedangkan Mas Danang cuman menghela nafas. hehe
Setelah kedua tenda berdiri, kami semua masuk ke dalamnya. Dengan tenda satu terdiri dari Hani, Mas Min, Aku, dan Sutrisni, sedangkan yang lainnya masuk ke dalam tenda satunya. Siap untuk memamasak air. Air yang sudah mendidik dituangkan ke dalam gelas dan diletakkan pada kedua ujung kaki Hani. Sedari tadi dimasukan kedalam tenda, Mas Min tak pernah berhenti mengajak bicara Hani, hal ini dilakukan untuk mencuri perhatiannya dan supaya dia tidak tertidur.
Aku dan Benna memang berencana buat tidur di luar, karna Langit sedang cantik - cantiknya dan bertabur bintang, mungkin ya ada milky way. Saat itu cuman ada 4 tenda di Watu Ondo, 2 tenda milik kami dan 2 tenda di dekat papan bertulis Watu Ondo milik pendaki lainnya. Baru berjalan 5 menit saat mencoba kamera, tapi tangan sudah mati rasa kedinginan, mungkin kameranya juga rewel, semua gambar yang diambil blur dan tak ada satupun yang hasilnya memuaskan. Angin semakin kencang, dan kami berdua akhirnya menyerah, memilih untuk masuk kembali ke dalam tenda dan beristirahat. Mungkin esok akan lebih indah pemandangannya. Daripda mati konyol kedinginan di luar tenda.
Minggu, 25 Desember 2016
Tubuh ini seperti tidak mau meninggalkan sleeping bag, ingin rasanya terus berlama - lama. Kegaduhan di luar tenda mulai nyaring. Ya memang, hari sudah mulai terang. Para pendaki lain siap menunggu datangnya sunset. Satu hal yang menjadi incaran pendaki selama melakukan pendakian. Akupun memaksakan tubuhku untuk bangun dan melawan dingginnya suhu di sini untuk dapat keluar dan melihat sunset.
Sungguh foto di atas belum ada apa - apanya dengan pemandangan aslinya yang sungguh teramat KEREN. Tak henti hentinya kami mengabadikan setiap momen, dan setiap orang sibuk dengan kameranya masing - masing. Entah itu membuat timelandscape, panorama, atau membuat video. Dan saat matahari mulai muncul, mereka semua berlomba membuat foto siluet.
Tepat pukul 07.30 kami bersiap untuk summit dengan meninggalkan semua barang di tenda dan hanya membawa 2 daypack dan semua barang berharga. Tak lupa membawa air dan makanan untuk persediaan selama summit. Hani dan Mas Min sudah berjalan duluan, sedangkan aku dan Bena memilih untuk menunggu Sutrisni mencari spot untuk gali lubang tutup lubang. Tidak tau ini anak kenapa dari kemarin pas istirahat di Pos 3 bawaannya perutnya susah dikontrol untuk mengeluarkan sesuatu. Sambil menunggu ya biasalah mengabadikan setiap momen, lumayan cerah langitnya. Jadi bakal bagus fotonya.
Setelah melewati padang savana kita sampai ke puncak kawah. Dimana disana masih tercium bau belerang yang keluar dari balik bebatuan. Jadi jangan terlalu lama berdiam di sini yaa.. , karna jika belerang dapat terhirup terlalu banyak.
Foto diatas merupakan kawah yang terlihat kering, karna memang tidak ada airnya. Dan jangan coba - coba melewatinya, kalaupun ingin melewatinya, tetap hati - hati. Kita juga tidak tau apakah pijakan kita memang jatuh pada pijakan yang tepat, atau malah pada tempat yang dibawahnya berongga, tidak mau juga kan jika masuk ke dalamnya juga.
Lebih amannya ya dinikmati saja pemandangannya, lumayan bisa cuci mata.
Kami juga berjumpa dengan beberapa pendaki dan yang paling kami sukai adalah saat berjumpa dengan seorang pendaki. "Solo Hiking" bahasa kerennya, dan dia masih SMP. Kalau tidak salah namanya Assidik asalnya dari Klaten. Sempat ngobrol juga sebentar, gimana respon orang tuanya saat dia memutuskan untuk menjadi solo hiking. Dari ceritanya si, awalnya memang orang tuanya sedikit menentang dengan keputusannya, apalagi pada umurnya yang masih cukup belia. Ia mampu meyakinkan orang tuanya dengan membeli semua peralatan pendakiannya dengan uang hasil tabungannya sendiri, karna menurutnya ini kegiatanmu, kenapa harus orang tuamu yang menanggung. Menurut Aku dan Benna yang saat itu memang sedang berbincang dengannya, salut dan terbilang cukup nekat. Menurut ilmu yang kutau dan sedikit cerita yang pernah kubaca adalah jika ingin melakukan pendakian atau kegiatan di alam bebas, minimal 2 orang lah. Jadi jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada kita, masih ada satu orang yang dapat membantu kita. Intine "OJO NEKAT". Dek Assidik juga sudah mendaki beberapa gunung yang ada di Jawa Tengah, Gunung Merbabu dan Merapi juga sudah ia sambangi. Pesan dari kami sebelum berpisah hanyalah ungkapan semangat untuk ia tetap terus melanjutkan tekadnya. Kami pun sempat berfoto dan bertukar id instagram.
Setelah itu kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan melanjutkan perjalanan ke basecamp. Selama perjalanan turun matahari tidak begitu terik, namun langitnya cukup cerah sehingga kami mendapatkan pemandangan yang begitu memukau. Beruntung sekali pendakianku kali ini, meskipun sebelumnya sudah pernah ke gunung ini, tetapi pendakianku yang sebelumnya sepanjang perjalanan penuh kabut. Saking tebalnya kabut malah menjadi ritik - rintik air hujan, ya berasa gerimis manja. Terbilang santai saat turun, persediaan minum yang hanya tinggal sebotol. Semoga saja botol yang kami tinggal di sumber air sepanjang jalur menuju puncak tidak hilang, lumayan untuk tambahan pasokan air minum kami sepanjang perjalanan. Karna perjalanan kami masih panjang. Sampainya kami di sumber air (sumber airnya ini berupa bebatuan yang saling berhimpit kemudian muncul tetesan air dari celah himpitam tersebut, jadi kami meletakkan botol di bawah celahnya) botol kami masih ada dan sudah terisi hampir setengah botol. Kamipun saling meminumnya bergantian, dan lumayan melepas dahaga kami. Karna air di pegunungan memang air yang sangat menyegarkan.
Jadi total personil dalam pendakian kali ini ada 9 orang dengan 5 cowok dan 4 cewek, sedangkan untuk formasi naik motornya diantaranya, Mas Danang dan Mas Min, Mas Eriko dan Sutrisni, Ilham dan Hani, Benna dan Enjin, dan aku sendiri. Perjalanan kali ini dipimpin oleh Mas Danang yang berada di depan dan sebagai penunjuk arah juga karna dia memboncengkan Mas Min yang akan mengantarkan kami semua menuju basecamp pendakian Gn.Sumbing. Setelah sekitar 2 jam perjalanan sampailah kami di Alun - Alun kota Temanggung, kami semua memutuskan untuk istirahat sejenak dan mengisi amunisi perut karna cacing - cacing uda bergejolak. Kami pun singgah pada salah satu warung makan di sana dan menikmati santapan yang disajikan. Sedangkan Mas Min menunggu barang - barang yang ditinggal di motor sembari menunggu personil dabasecamp yang menjemput (mas min juga lupa arah menuju basecamp bagaimana-,-).
Tidak butuh waktu lama 30 menit kami semua sampai di Desa Losari, basecamp pendakian Gn.Sumbing via Lamuk. Kami semua disambut oleh para pengurus basecamp dan saat itu memang basecamp sedang ramai karna hari minggu akan ada acara pendakian dan bersih gunung yang dilakukan oleh pemuda - pemudi Desa Losari. sampainya kami di basecamp awalnya sebagian warga mengira kami adalah mahasiswa KKN, karna lokasi ini juga menjadi salah satu lokasi KKN Mahasiswa Undip periode Januari. hehehe...
Kami pun membersihkan diri dan bersiap untuk instirahat sebelum besok melakukan pendakian yang sesungguhnya,
Selamat Istirahat :)
Sabtu, 24 Desember 2016
Keesokannya kamu bangun dengan yaa udara cukup dingin, maklum belum terbiasa dengan kondisi yang seperti ini.
Hal ini lah sangat berguna bagi kalian yang akan mendaki gunung dengan ketinggian diatas 3.000 mdpl sangat dianjurkan untuk menginap semalam sebelum melakukan pendakian. Dan sebisa mungkin untuk mendaki keesokan harinya, saat cuaca cerah yang pastinya.
Sebagian dari kamu ada yang membeli makanan untuk sarapan kami semua, dan yang lainnya memilih untuk berjalan disekitaran basecamp. Hitung - hitung pemanasan dulu sebelum mendaki hehe..
Tak lupa kami juga mengambil beberapa foto pagi hari, dengan Gn. Sumbing terlihat gagah di depan sana.
View Gn.Sumbing dari desa Losari, Temanggung |
Kami mulai mengepak ulang barang bawaan kami, dan mengecek ulang apakah masih ada yang kurang atau tidak? dan membagi sebgaian perlengkapan ke carier/daypack yang masih longgar. Sebelum berangkat jan lupa berpose dulu hehehe...
tapi kali ini posenya di atas mobil pick up yang akan mengantarkan kami semua sampai jalur pendakian (batas jalan terakhir yang dapat dilalui mobil pick up)
Muka - Muka bahagia sebelum bercucur keringat dan bau acem (Anis - Mas Danang - Mas Iko - Enjin - Hani - Ilham - Sutrisni) |
Formasi kami tersusun dari yang paling depan terdapat, Mas Min, Hani, Enjin, Ilham, Bena, Aku, Sutrisni, Mas Danang dan yang terakhir ada Mas Iko. Pertama kali berjalan amat sangat menguras keringat, punggungpun terasa teraliri air, keringat segedhe jagung mulai turun dari celah pori - poriku, nafas mulai tersenggal senggal, tubuh kami sedikit mulai beradaptasi dengan kondisi udara disini. Yang paling terlihat lelah adalah Sutrisni, ia juga menyadari bahwa ini teramat melelahkan. Sampai - sampai ia meminta kami semua untuk berjalan duluan, tapi ya gimana tidak mungkin juga itu kami lakukan. Kami tetap berjalan bersama san sedikit mengikuti ritme berjalan dengan yang lainnya supaya tidak berjalak terlalu jauh antara satu orang yang di depan dengan satu orang yang dibelakang. Pelan - pelan saja yang penting nanti sampai.
Teriakan dari Enjin yang ada di belakang Bena memberikan semangat, dengan menghitung langkah kami setiap 30 langkah kaki Bena, baru ia berhenti. Setiap 30 langkah berhenti, kemudian porsinyapun dinaikkan sedikit demi sedikit, dengan hitungan yang cukup lantang. Meskipun terbilang lucu, tetapi cara ini cukup ampuh untuk meningkatkan semangat kami. Sudah sekitar satu jam perjalanan sampailah kami semua di Pos 1. Di pos ini cukup ramai, karena terdapat sebagian warga yang mulai mempersiapkan tenda dan keperluan untuk acara pendakian besok minggu. Tak lupa teriakan semangat juga dilontarkan sebagian warga pada kami yang masih sekitar 20 meter sebelum sampai ke Pos 1.
Crier dan Daypack kami sandarkan pada pohon, merebahkan badan dan mulai menggerakan badan, leggak lenggok menyesuaikan bagian tubuh yang terasa amat berat. Tak lupa sesekali kami minum atau sekeder makan sedikit camilan.
Menuju Pos 1 |
POS 1 |
Sekitar 15 menit kita berhenti di Pos 1 dan setelahnya kita mulai melanjutkan lagi perjalanan menuju pos pos berikutnya, jalan yang kami lalui sudah masuk area hutan sehingga kanan - kiri terlihat pohon - pohon yang cukup rapat. Dan tak terasa sekitar pukul 13.30 kami sampai ke Pos 3. Di pos 3 terdapat gubuk yang dapat kami gunakan sebagai tempat berteduh, selain itu sekitar 70 meter dari gubuk tersebut masih dijumpai sumber mata air. Alhasil kami berhenti di sama terbilang cukup lama (lama sekali malah, hampir 3 jam lebih) dari suhu badan yang awalnya panas karena banyak energi yang dikeluarkan selama perjalanan dan sekarang badan kami cukup merasa kedinginan. Mas Min mulai membuat perapian disekitar Pos 3, ya api unggun kecil - kecilan sisa dari pendaki sebelumnya. Berhubung logistik kamu terdapat bakso dan sosis, karna hasrat cacing - cacing perut mulai memberontak kamipun makan ala kadarnya, sosis bakar atau bakso bakar mungkin akan terrasa lezat. Hehehe...
Sebagian dari kami juga mengambil air di sumber air terdekat sebagai bahan untuk memasak air, dan sebagian juga ada yang membersihkan diri di sekitar sumber air. Tak jarang kami pun bergantian untuk jadi model ala - ala, karna memang viewnya cukup bagus. Kalau kata anak zaman sekarang itu instagramable.
Kami membagi tugas, kaum Adam memcoba menjaga api unggun tetap menyala dan sebagian ada yang mencari beberapa batang kayu kering. Sedangkan yang kaum hawa menyiapkan makanan sebelum kita melanjutkan perjalanan menuju tempat dimana kita ngecamp.
Sedangkan saat kami istirahat ada aja hal - hal lucu yang dibuat sesama kami, contohnya: Mas Danang yang tidak mau kakinya sama sekali menginjak tanah, dengan alasan takut kaos kakinya kotor dan akan merasa dingin jika menyentuk tanah (tolong dikondisikan ya mas, kayaknya selama perjalanan kaos kaki kita emang sudah kotor deh kena debu - debu pasir tanah yang kita injak, terus apa bedanya kalau kaos kaki kita kotor lagi-,-) Sedangkan dia lebih memilih untuk melipir alias menepi melewati kayu yang mengelilingi gubuk hingga mendekat ke arah api unggun. Nih gambarnya ...
Memasak adalah salah satu yang menyenangkan dalam kegiatan pendakian, apa yang kamu bawa, bahan makannan yang kadang tak terpikirkan jika kamu berada di kota akan disulap menjadi hidangan yang lezat saat berada di tengah hutan seperti ini. Efek LAPAR sihh, jadi semua yang ada ya tetap akan dimakan. Seperti yang kami lakukan. Ada Nasi, mie rebus yang kuahnya uda meresap kedalam mie jadi mengembang bentuknya, sosis goreng, bakso goreng, telur orak arik, diletakkan di atas alas MMT yang sudah dibersihkan sebelumnya dan kemudian di aduk rada. Tak lupa tiap anak sudah memegang senjatanya masing - masing (read: Sendok). Ditemani susu dan kopi hangat, bisa membayangkan gimana nikmatnya?
Kalau itu mah jangan ditanya lagiii hehehe
Menjelang magrib kami mulai mengepack kembali barang bawaan kami dan membersihkan area Pos 3 yang sekiranya terdapat sampah - sampah dari logistik yang sebagian telah kami habiskan, sebagian ada yang menunaikan sholat, sebagian ada yang mengambil air untuk konsumsi kami selama perjalanan. Dan semuanya pun selesai, saatnya kami melanjutkan kembali perjalanan. Pelan tapi pasti, sungguh santai sekali pendakian kali ini. Beda halnya dengan pendakian massal yang sering aku ikuti, hampir semuanya terbilang sangat buru - buru. Jalur yang kami lalui setelah Pos 3 akan semakin berat, karena Jalur Gn.Sumbing via Lamuk memang masih terdengar asing bagi sebagian besar pendaki. Nyatanya bahwa jalur ini sudah lebih dari 1 tahun, hanya satu dua pendaki yang tahu jalur ini. Selain masih dijumpai sumber air di sekitar Pos 3, jalurnya juga terbilang cukup landai. Karna hanya sebagian kecil pendaki yang mengetahui jalur ini akibatnya pertumbuhan semak belukar semakin rimbun dan terbilang sudah menutupi jalan setapak yang seharusnya dapat dilewati sebagai jalur pendakian.
Saat meninggalkan Pos 3 hari mulai petang, sehingga wajib menggunakan penerangan menggunakan senter. Jalur ini nantinya akan bertemu dengan jalur percabangan Gn.Sumbing via Banaran di Pos 3. Hal ini dapat kami jadikan patokan mengingat saat besok akan turun dan kembali ke jalur via Lamuk. Sampainya kami dipercabangan jalur Banaran banyak pendaki yang sedang beristirahat disana, kemungkinan mereka dari Puncak dan akan turun ke Banaran. Sekitar 5 menit kami semua berhenti, kemudian melanjutkan kembali perjalanan. Hingga hari semakin gelar dan udara mulai masuk melalui celah - celah jaket yang kami kenakan.
Medan yang kami lalui menanjak dan teramat menguras energi pada tubuh kami, tak heran kami beberapa kali istirahat. Pasti tidak lebih dari 3 menit karna angin cukup kuat berhenbusnya sehingga panas tubuh yang kami hasilkan hanya bertahan beberapa menit. Jika tidak ingin kedinginan ya mau tidak mau kita harus terus menggerakkan tubuh kita dan memintanya untuk tetap melangkah. Selain itu tak jarang kami berpapasan dengan beberapa pendaki, sebagian besar ya mungkin anak - anak seumuran SMP atau SMA. Mereka mengatakan bahwa diatas terjadi bagai. Sontak kami semua kaget lah, antara was - was berhenti disini atau malah memilih untuk melanjutkan sampai Watu Ondo. Tapi hal tersebut tak mengusik Mas Min sama sekali, ia hanya mengatakan coba lihat ke atas. (kami mengikuti instruksinya)
"langit cerah kek gitu, ngga mungkin terjadi badai. Paling juga angin aja. Ayo jalan lagi"
Kami ya percaya aja sama yang lebih berpengalaman. Mas Min sudah dikenal sebagai porter dalam pendakian, tak jarang ia sering mengantarkan beberapa pendaki dari luar kota untuk menemani dan sebagai pembuka jalur saat pendakian. Jadi ya kami pasti percaya sama ahlinya dengan jam terbang sudah tinggi. Hehehe...
Kami tetap melanjutkan perjalanan sampai ke Watu Ondo, dan sampainya kami disana. Bukan main anginnya desar banget. Kalaupun kami tetep memaksa mendirikan tenda bebannya 5kali lebih berat saat mendirikan dengan cuaca yang mendukung. Alhasil kami memilih untuk menunggu angin reda, dengan mengeluarkan sleeping bag masing - masing dan kemudian masuklah tiap anak ke sleeping bagnya sendiri, sambil terus berbicara untuk melawan dingginnya udara. Di Watu Ondo merupakan tanah lapang, hanya sedikit pepohonan di sekitarnya, itupun tidak terlalu melindungi kami dari terpaan hembusan angin. Formasinya dari ujung kanan ada, Mas Iko, Enjin, Mas Danang, Hani, Aku, Bena, Sutrisni, dan Ilham. Awalnya Hani sudah cukup merasa kedinginan, sehingga dia memintaku untuk tetap mengajaknya berbicara untuk melawan dinginnya udara yang sudah menjadi - jadi. Aku pun terus mengajaknya berbicara, hingga dia sudah terlelap tidur. Pikirku, karena dia sudah tak bersuara lagi dan matanya sudah terpejam. Aku hanya mencoba untuk memajamkan mata, tapi tetap saja tidak bisa.
Sebagian dari kami juga mengambil air di sumber air terdekat sebagai bahan untuk memasak air, dan sebagian juga ada yang membersihkan diri di sekitar sumber air. Tak jarang kami pun bergantian untuk jadi model ala - ala, karna memang viewnya cukup bagus. Kalau kata anak zaman sekarang itu instagramable.
Sambil menunngu Bakso dan Sosisnya matang |
Bakso Bakar |
Pawang Api Unggun |
Dek Ilham lagi ngapain? |
Salah satu spot foto andalan kami |
Kami membagi tugas, kaum Adam memcoba menjaga api unggun tetap menyala dan sebagian ada yang mencari beberapa batang kayu kering. Sedangkan yang kaum hawa menyiapkan makanan sebelum kita melanjutkan perjalanan menuju tempat dimana kita ngecamp.
Sedangkan saat kami istirahat ada aja hal - hal lucu yang dibuat sesama kami, contohnya: Mas Danang yang tidak mau kakinya sama sekali menginjak tanah, dengan alasan takut kaos kakinya kotor dan akan merasa dingin jika menyentuk tanah (tolong dikondisikan ya mas, kayaknya selama perjalanan kaos kaki kita emang sudah kotor deh kena debu - debu pasir tanah yang kita injak, terus apa bedanya kalau kaos kaki kita kotor lagi-,-) Sedangkan dia lebih memilih untuk melipir alias menepi melewati kayu yang mengelilingi gubuk hingga mendekat ke arah api unggun. Nih gambarnya ...
Ter - NGAKAK |
Kalau itu mah jangan ditanya lagiii hehehe
Yuklah masak apa yang bisa dimasak |
Wajib makan semua dan harus habis tak tersisa, kecuali alas makannya hehe |
Menjelang magrib kami mulai mengepack kembali barang bawaan kami dan membersihkan area Pos 3 yang sekiranya terdapat sampah - sampah dari logistik yang sebagian telah kami habiskan, sebagian ada yang menunaikan sholat, sebagian ada yang mengambil air untuk konsumsi kami selama perjalanan. Dan semuanya pun selesai, saatnya kami melanjutkan kembali perjalanan. Pelan tapi pasti, sungguh santai sekali pendakian kali ini. Beda halnya dengan pendakian massal yang sering aku ikuti, hampir semuanya terbilang sangat buru - buru. Jalur yang kami lalui setelah Pos 3 akan semakin berat, karena Jalur Gn.Sumbing via Lamuk memang masih terdengar asing bagi sebagian besar pendaki. Nyatanya bahwa jalur ini sudah lebih dari 1 tahun, hanya satu dua pendaki yang tahu jalur ini. Selain masih dijumpai sumber air di sekitar Pos 3, jalurnya juga terbilang cukup landai. Karna hanya sebagian kecil pendaki yang mengetahui jalur ini akibatnya pertumbuhan semak belukar semakin rimbun dan terbilang sudah menutupi jalan setapak yang seharusnya dapat dilewati sebagai jalur pendakian.
Saat meninggalkan Pos 3 hari mulai petang, sehingga wajib menggunakan penerangan menggunakan senter. Jalur ini nantinya akan bertemu dengan jalur percabangan Gn.Sumbing via Banaran di Pos 3. Hal ini dapat kami jadikan patokan mengingat saat besok akan turun dan kembali ke jalur via Lamuk. Sampainya kami dipercabangan jalur Banaran banyak pendaki yang sedang beristirahat disana, kemungkinan mereka dari Puncak dan akan turun ke Banaran. Sekitar 5 menit kami semua berhenti, kemudian melanjutkan kembali perjalanan. Hingga hari semakin gelar dan udara mulai masuk melalui celah - celah jaket yang kami kenakan.
Medan yang kami lalui menanjak dan teramat menguras energi pada tubuh kami, tak heran kami beberapa kali istirahat. Pasti tidak lebih dari 3 menit karna angin cukup kuat berhenbusnya sehingga panas tubuh yang kami hasilkan hanya bertahan beberapa menit. Jika tidak ingin kedinginan ya mau tidak mau kita harus terus menggerakkan tubuh kita dan memintanya untuk tetap melangkah. Selain itu tak jarang kami berpapasan dengan beberapa pendaki, sebagian besar ya mungkin anak - anak seumuran SMP atau SMA. Mereka mengatakan bahwa diatas terjadi bagai. Sontak kami semua kaget lah, antara was - was berhenti disini atau malah memilih untuk melanjutkan sampai Watu Ondo. Tapi hal tersebut tak mengusik Mas Min sama sekali, ia hanya mengatakan coba lihat ke atas. (kami mengikuti instruksinya)
"langit cerah kek gitu, ngga mungkin terjadi badai. Paling juga angin aja. Ayo jalan lagi"
Kami ya percaya aja sama yang lebih berpengalaman. Mas Min sudah dikenal sebagai porter dalam pendakian, tak jarang ia sering mengantarkan beberapa pendaki dari luar kota untuk menemani dan sebagai pembuka jalur saat pendakian. Jadi ya kami pasti percaya sama ahlinya dengan jam terbang sudah tinggi. Hehehe...
Kami tetap melanjutkan perjalanan sampai ke Watu Ondo, dan sampainya kami disana. Bukan main anginnya desar banget. Kalaupun kami tetep memaksa mendirikan tenda bebannya 5kali lebih berat saat mendirikan dengan cuaca yang mendukung. Alhasil kami memilih untuk menunggu angin reda, dengan mengeluarkan sleeping bag masing - masing dan kemudian masuklah tiap anak ke sleeping bagnya sendiri, sambil terus berbicara untuk melawan dingginnya udara. Di Watu Ondo merupakan tanah lapang, hanya sedikit pepohonan di sekitarnya, itupun tidak terlalu melindungi kami dari terpaan hembusan angin. Formasinya dari ujung kanan ada, Mas Iko, Enjin, Mas Danang, Hani, Aku, Bena, Sutrisni, dan Ilham. Awalnya Hani sudah cukup merasa kedinginan, sehingga dia memintaku untuk tetap mengajaknya berbicara untuk melawan dinginnya udara yang sudah menjadi - jadi. Aku pun terus mengajaknya berbicara, hingga dia sudah terlelap tidur. Pikirku, karena dia sudah tak bersuara lagi dan matanya sudah terpejam. Aku hanya mencoba untuk memajamkan mata, tapi tetap saja tidak bisa.
Saat itu memang Mas Min sedang berjalan - jalan disekitar kami dan secara tak sengaja kakinya menyenggok kaki Hani dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Spontan ia langsung membuka sleeping bag dengan tubuh yang sudah terbujur kaku, sontak Mas Min bilang Hani kena Hipotermia, kami yang lain merasa bingung, takut bahkan merasa was was, semoga terjadi sesuatu yang buruk. Mas Min dan Mas danang coba menepuk muka dan seluruh badan Hani tetapi tidak ada respon, ia juga sudah menggigil. Untungnya sedikit ada suara yang muncul dari mulut Hani. Perasaan kami sedikit lega, setidaknya sudah ada sedikit harapan. Dan yang lainnya mulai mendirikan tenda. Setelah tenda satu berdiri kemudian Hani dimasukan kedalam diikuti dengan Mas Min, Sleeping bag lapis 3, baju lapis 2, jaket lapis 2, kaos kaki lapis 3, dan diujung kaki dan tangan diberi balsem. Sedangkan yang lainnya mencoba mendirikan tenda yang satunya. 5 orang yang mendirikan tenda meskipun tangan sudah mati rasa karna kedinginan. Hehehe, sampai - sampai buat masukin pasak susah sekali masuk ke tanahnya. Alhasil Mas Danang langsung memukulnya menggunakan tangan, dan katanya tidak sakit sama sekali. Iya tidak sakit, tunggu saja besok mungkin sudah merah - merah semua. Kemudian berlari ke tenda sebelah untuk meminta air panas, karna tenda sebelah terlihat sedang memasak.
Benar dugaan kami, mereka memang sedang memasak air bahkan sudah dicampur dengan wedang jade, sontak Mas Danang ijin memintanya. Mas mas yang ditenda sebelah dan sedang memegang wedang jahe mengatakan iya mas tunggu dulu ya ini mau mendidih airnya. Tapi Mas Danang sedikit ngotot dan mengatakan kalau salah satu anggota kami ada yang kena hipotermia. Sudah tak berpikir panjang masnya yang tadi memegang wedang jahe langsung meyodorkan gelasnya dan mengataka yaudah pakai ini saja mas. Langsung ia berlari ke tenda dan memberikannya ke Mas Min, kalian tau apa yang dikatakan Mas Min.
"Nang kok uda ngga panas lagi?, sedangkan Mas Danang cuman menghela nafas. hehe
Setelah kedua tenda berdiri, kami semua masuk ke dalamnya. Dengan tenda satu terdiri dari Hani, Mas Min, Aku, dan Sutrisni, sedangkan yang lainnya masuk ke dalam tenda satunya. Siap untuk memamasak air. Air yang sudah mendidik dituangkan ke dalam gelas dan diletakkan pada kedua ujung kaki Hani. Sedari tadi dimasukan kedalam tenda, Mas Min tak pernah berhenti mengajak bicara Hani, hal ini dilakukan untuk mencuri perhatiannya dan supaya dia tidak tertidur.
Hipotermia merupakan penyakit yang cukup mematikan bagi para pendaki, terlewat sedikit bisa berujung fatal. Penyakit ini dimana suhu tuhuh kita tidak dapat mengatasi suhu dingin dilingkungan sekitar, sehingga respon pada tubuh kita yaitu menggigil bahkan bisa sampai menghambat sistem pernapasan maupun peredaran darah dari jantung. Hal yang seharusnya dilakukan untuk mengatasinya adalah melepas semua pakaian yang dikenakannya dan menggantinya dengan pakaian kering. Kemudian menutupi semua tubuhnyan dengan sleeping bag atau selimut, dan memberikan minuman hangat. Jangan lupa untuk terus mengajaknya berbicara.
Aku dan Benna memang berencana buat tidur di luar, karna Langit sedang cantik - cantiknya dan bertabur bintang, mungkin ya ada milky way. Saat itu cuman ada 4 tenda di Watu Ondo, 2 tenda milik kami dan 2 tenda di dekat papan bertulis Watu Ondo milik pendaki lainnya. Baru berjalan 5 menit saat mencoba kamera, tapi tangan sudah mati rasa kedinginan, mungkin kameranya juga rewel, semua gambar yang diambil blur dan tak ada satupun yang hasilnya memuaskan. Angin semakin kencang, dan kami berdua akhirnya menyerah, memilih untuk masuk kembali ke dalam tenda dan beristirahat. Mungkin esok akan lebih indah pemandangannya. Daripda mati konyol kedinginan di luar tenda.
Benna uda siap tidur di luar tenda hehe |
Minggu, 25 Desember 2016
Tubuh ini seperti tidak mau meninggalkan sleeping bag, ingin rasanya terus berlama - lama. Kegaduhan di luar tenda mulai nyaring. Ya memang, hari sudah mulai terang. Para pendaki lain siap menunggu datangnya sunset. Satu hal yang menjadi incaran pendaki selama melakukan pendakian. Akupun memaksakan tubuhku untuk bangun dan melawan dingginnya suhu di sini untuk dapat keluar dan melihat sunset.
Hamparan lampu - lampu kota |
Sungguh foto di atas belum ada apa - apanya dengan pemandangan aslinya yang sungguh teramat KEREN. Tak henti hentinya kami mengabadikan setiap momen, dan setiap orang sibuk dengan kameranya masing - masing. Entah itu membuat timelandscape, panorama, atau membuat video. Dan saat matahari mulai muncul, mereka semua berlomba membuat foto siluet.
Yeay Hidungku terlihat mancung |
Selfie dulu sama mb Han |
Isi amunisi sebelum nanjak lagi |
Pie mantep to? |
Tepat pukul 07.30 kami bersiap untuk summit dengan meninggalkan semua barang di tenda dan hanya membawa 2 daypack dan semua barang berharga. Tak lupa membawa air dan makanan untuk persediaan selama summit. Hani dan Mas Min sudah berjalan duluan, sedangkan aku dan Bena memilih untuk menunggu Sutrisni mencari spot untuk gali lubang tutup lubang. Tidak tau ini anak kenapa dari kemarin pas istirahat di Pos 3 bawaannya perutnya susah dikontrol untuk mengeluarkan sesuatu. Sambil menunggu ya biasalah mengabadikan setiap momen, lumayan cerah langitnya. Jadi bakal bagus fotonya.
Adek yang selalu minta difoto-,- |
Hamparan Awan berbulu Domba [jadi pengen tidur di atasnya] |
Nunggu opo Mas e? |
Jalan ke depan dan sesekali memandang ke belakang dengan hamparan lautan awan berbulu domba, jadi makin semangat nih kami semua. hehehe
Sampai suatu ketika ketika kami sudah sampai ke satu batu yang katanya spot foto andalan para pendaki. Akibatnya ya kami semua saling berebut foto, tapi ngga sampai berebut juga sih hehehe.. Nih salah satu hasil fotonya :)
Perjalanan selama menuju puncak yaa kebanyakan nanjaknya, jarang bonusnya. Tiap melihat bukit selalu mengatakan "yeyyy puncak sebentar lagi" tetapi harapan kami selalu pupus setiap kali Mas Min mengatakan, "sebentar lagi kok, puncaknya ada di balik bukit itu" Setelah melewatu bukit tersebut masih terlihat bukit yang lainnya.
Hayo siapa yang sering dapat harapan palsu? ya seperti kita ini
Cukup lama kami mengabadikan beberapa momen di telaga banjaran, jika kamu beruntung makan akan menjumpai bunga edelwies di beberapa titik sepanjang savana, bunga abadinya para pendaki.
Sampai suatu ketika ketika kami sudah sampai ke satu batu yang katanya spot foto andalan para pendaki. Akibatnya ya kami semua saling berebut foto, tapi ngga sampai berebut juga sih hehehe.. Nih salah satu hasil fotonya :)
Yang di atas itu Mas Iko, sedangkan yang dibawah nunggu lagi antrian |
Kame - Kameha nya Dragon Ball |
Hayo siapa yang sering dapat harapan palsu? ya seperti kita ini
[selalu berharap pada akhirnya realita berkata lain hehe]Setidaknya kami sudah tenang saat sampai di padang savana, kalau tidak salah namanya 'telaga banjaran'. Telaga banjaran sendiri merupakan padang savana yang cukup luas dengan diapit beberapa bukit, yang katanya salah satu bukitnya adalah Puncak Rajawali. dan belum ada satu pun pendaki yang sudah sampai di atas sana. karna memang harus melewati tebing - tebing berbatu licin jika kita ingin sampai ke puncaknya, dan juga harus dilengkapi peralatan climbing serta sudah berpengalaman juga menjadi salah satu kunci utama untuk menggapainya.
Cukup lama kami mengabadikan beberapa momen di telaga banjaran, jika kamu beruntung makan akan menjumpai bunga edelwies di beberapa titik sepanjang savana, bunga abadinya para pendaki.
Berasa Foto Pre-Wed yak hehe |
Puncaknya di balik bukit itu |
Panorama Savana |
Pengarahan gaya dulu sebelum dipotret |
Setelah melewati padang savana kita sampai ke puncak kawah. Dimana disana masih tercium bau belerang yang keluar dari balik bebatuan. Jadi jangan terlalu lama berdiam di sini yaa.. , karna jika belerang dapat terhirup terlalu banyak.
Foto diatas merupakan kawah yang terlihat kering, karna memang tidak ada airnya. Dan jangan coba - coba melewatinya, kalaupun ingin melewatinya, tetap hati - hati. Kita juga tidak tau apakah pijakan kita memang jatuh pada pijakan yang tepat, atau malah pada tempat yang dibawahnya berongga, tidak mau juga kan jika masuk ke dalamnya juga.
Lebih amannya ya dinikmati saja pemandangannya, lumayan bisa cuci mata.
Kami juga berjumpa dengan beberapa pendaki dan yang paling kami sukai adalah saat berjumpa dengan seorang pendaki. "Solo Hiking" bahasa kerennya, dan dia masih SMP. Kalau tidak salah namanya Assidik asalnya dari Klaten. Sempat ngobrol juga sebentar, gimana respon orang tuanya saat dia memutuskan untuk menjadi solo hiking. Dari ceritanya si, awalnya memang orang tuanya sedikit menentang dengan keputusannya, apalagi pada umurnya yang masih cukup belia. Ia mampu meyakinkan orang tuanya dengan membeli semua peralatan pendakiannya dengan uang hasil tabungannya sendiri, karna menurutnya ini kegiatanmu, kenapa harus orang tuamu yang menanggung. Menurut Aku dan Benna yang saat itu memang sedang berbincang dengannya, salut dan terbilang cukup nekat. Menurut ilmu yang kutau dan sedikit cerita yang pernah kubaca adalah jika ingin melakukan pendakian atau kegiatan di alam bebas, minimal 2 orang lah. Jadi jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada kita, masih ada satu orang yang dapat membantu kita. Intine "OJO NEKAT". Dek Assidik juga sudah mendaki beberapa gunung yang ada di Jawa Tengah, Gunung Merbabu dan Merapi juga sudah ia sambangi. Pesan dari kami sebelum berpisah hanyalah ungkapan semangat untuk ia tetap terus melanjutkan tekadnya. Kami pun sempat berfoto dan bertukar id instagram.
Ini dia Adek nya |
Setelah itu kami memutuskan untuk kembali ke tenda dan melanjutkan perjalanan ke basecamp. Selama perjalanan turun matahari tidak begitu terik, namun langitnya cukup cerah sehingga kami mendapatkan pemandangan yang begitu memukau. Beruntung sekali pendakianku kali ini, meskipun sebelumnya sudah pernah ke gunung ini, tetapi pendakianku yang sebelumnya sepanjang perjalanan penuh kabut. Saking tebalnya kabut malah menjadi ritik - rintik air hujan, ya berasa gerimis manja. Terbilang santai saat turun, persediaan minum yang hanya tinggal sebotol. Semoga saja botol yang kami tinggal di sumber air sepanjang jalur menuju puncak tidak hilang, lumayan untuk tambahan pasokan air minum kami sepanjang perjalanan. Karna perjalanan kami masih panjang. Sampainya kami di sumber air (sumber airnya ini berupa bebatuan yang saling berhimpit kemudian muncul tetesan air dari celah himpitam tersebut, jadi kami meletakkan botol di bawah celahnya) botol kami masih ada dan sudah terisi hampir setengah botol. Kamipun saling meminumnya bergantian, dan lumayan melepas dahaga kami. Karna air di pegunungan memang air yang sangat menyegarkan.
Logistik kami juga sudah habis, tapi dari arah belakang si Enjin dan Mas Danang cengar - cengir penuh makna. Ya setelah sedikit rayuan akhirnya mereka menceritakan bahwa mereka menemukan sebatang coklat. Sedangkan raut muka kami berubah jadi sumringah dan tersenyum penuh harapan [minta dibagi, maksudnya] Awalnya mereka hanya mau membukanya jika sudah sampai di tenda, karena pada bungkus coklat tersebut tertulis nama, mungkin saja itu nama si pemilik coklatnya. Takutnya saat kami buka di sana, pemiliknya masih dekat di sekitar kami, nanti malah diminta hehe..
Ujungnya juga coklatnya dibuka dan dibagi beberapa bagian, tiap anak mendapat satu bagian. Dan tersisa 2 bagian yang menjadi hak pemilik di penemunya. Lumayan lah mengisi sedikit energi *pikirkami
Dan sampailah kami di tenda milik kami, dan sontak bebarengan langsung mengambil posisi tidur sekitar tenda yang cukup teduh untuk merebahkan badan. Saat kami sampai di tenda cuaca cukup terik, jadi kalau tidak mau kepanasan ya kami tidak masuk ke dalam tenda. Kami lebih memilih di luar tenda, meskipun matahari sedang terik - teriknya, setidaknya hembusan angin menjadi obat penawarnya. Tiga puluh menit berlalu, kami langsung membongkar tenda dan mulai packing ulang untuk selanjutnya bergegas menuju basecamp. Biar tidurnya bisa lama dan langsung bersih - bersih.
Sebelum turun yuk foto bareng dulu hehe (padahal fotonya sudah banyak hehe)
Atas: Mas Min - Ilham - Mas Danang - Mas Iko - Enjin Bawah: Hani - Anis - Benna - Sutrisni |
Tak terasa sampailah kami di pertigaan Pos 3, kami harus berbelok dan mengambil jalan menurun jika ingin sampai ke basecamp Lamuk, jika kami memilih lurus akan sampai ke basecamp Banjaran. Mas Danang dan Hani sudah tak terlihat, mungkin mereka sudah sampai ke Pos 3 Lamuk tempat kemarin kami berhenti cukup lama. Aku, Sutrisni dan Benna memilih untuk duduk sebentar dan menunggu rombongan belakang supaya tak salah memilih jalan. Dan setelah lengkap, kecuali Hani dan Mas Danang, kami bersiap turun ke bawah. Ternyata daritadi Mas Min duduk di percabangan jalan turun dan memastikan jika kami tidak salah mengambil jalan. Setelah cukup lama Mas Min yang lebih dulu sampai dan mengatakan bahwa dia tak melihat Hani dan Mas Danang sama sekali. Kesimpulannya adalah kemungkinan besar mereka turun jalur Banjaran. Sontak Ilham langsung berlari menurun menuju Pos 3, sedangkan Enjin berlari menuruni tangga menuju jalur Banaran. (karna jalur Banaran dari pos 1 - pos 3 berupa tangga - tangga), sedangkan kami semua diminta untuk menunggu di Pos 3 dan beristirahat di sana. Mas Min memilih untuk tetap menunggu dipercabangan jalur tadi.
Semak - semak belukar menutupi jalur setapak (oh jadi ini jalur yang semalam kami lalui *batinkami), hari masih terang dan cukup membuat kami melong-long memastikan pijakan kami tak salah. Apalagi dengan kondisi jalan menurun dan punggung Ilham sudah tak terlihat. Tinggal ada aku dan Sutrisni, kami berdua hanya bisa memanggil dan memastikan arah datannya suara. Sampainya kami di Pos 3, benar hanya ada Ilham saja. Bahkan Ilham sudah mencari ke sumber mata air, mungkin saja mereka berdua sedang beristirahat di sana. Memanggil nama mereka berdua, namun tetap tak ada jawaban. Kami pun pasrah dan menunggu kabar Enjin kembali. Sedangkan selama di Pos 3 Ilham bercerita kepada kami untuk membayangkan bagaimana ekspresi dan keluhan yang nanti akan disampaikan Mas Danang. Cukup geli kami mendengarnya, tapi ya mungkin saja nanti seperti itu. Kami hanya bisa tertawa sejadi - jadinya. Saking lucunya Ilham menirukan tingkah dan nada bicara Mas Danang.
Sejam barlalu, akhirnya Enjin datang juga dan dia sudah marah - marah lebih tepatnya misuh - misuh atau ngegerundel karna jengkel, dengan Hani dan Mas Danang mengekorinya. Mas Dang cuman bisa cengar - cengir seperti tidak terjadi apa - apa dan tanpa muka bersalah. Sejam lebih kami menunggunya karna semua logistik dan alat masak ada di dalam carier yang ia bawa. Tanpa penuh dosa ia meletakkan carier dan nerocos seperti burung tanpa hentinya, aku, Ilhan, Sutrisni dan Benna kami hanya bisa menahan tawa dan memutar memori waktu sebelumnya. Adegannya sama persih dengan apa yang sudah dipraktekan Ilham waktu lalu, cuman bedanya ini versi aslinya. hehehe
Usilnya kami, langsung coba meledek Mas Danang bahwa ada maksud tersendiri atau kenyasarannya memang sudah disengaja, saking asyik berbicara dengan Hani sampai - sampai jalan yang harusnya berbelok tertutupi dengan getaran cinta dari Mas Danang, dan raut muka mereka berubah seperti udang rebus. Sontak kami tertawa puas dengan kemenangan telak.
Seperti sebelumnya kami langsung membagi diri sesuai dengan tugasnya masing - masing, sebagian ada yang memasak, sebagian ada yang mengambil air, sebagian ada yang membuat perapian, dan ada juga yang hening tanpa bahasa. Kami harus menghabiskan semua logistik makanan yang tersisa supaya beban dalam carier berkurang, benar saja semuanya dimasak dan dicampur menjadi satu. Gundukan makanan masih terlihat tapi satu persatu dari kami sudah mulai mundur menandakan bahwa perut sudah sangat kenyang. Bahkan seorang Enjin dan Ilham sudah angkat tangan. Padahal mereka terlihat paling banyak makannya diantara rombongan kami. Setelah dipaksa masuk satu suap demi satu suap akhirnya habis sudah makanan kami, kamipun mulai bersiap untuk turun ke basecamp karna hari sudah mulai gelap.
Formasi kali ini Hani berada paling depan disusul dengan Mas Min yang memapahnya, karena sebelum berangkat salah satu kaki Hani bengkak karena terjatuh. Jadi kemarin bengkak yang belum terlalu pulih digunakan untuk menopang saat perjalanan turun dari puncak membuat kondisi bengkaknya jadi parah. Alhasil kami semua berjalan pelan mengikuti langkahnya. Kondisi ini semakin membuat salah satu dari kami sedikit emosional, dengan carier yang ia kenakan dan irama berjalan yang lambat dan beberapa kali istirahat membuat kami cepat mengalami lelah. Akibatnya rombongan kamipun akhirnya terpecah menjadi 2 kelompok. Dan hanya tersisa Hani, Mas Min dan aku pada rombongan belakang. Rombongan pertama sudah berjalan duluan supaya sampai ke basecamp dan mengabarkan untuk menjemput rombongan saya yang masih tertinggal dengan satu orang anggota mengalami kaki terkilir.
(Awalnya aku merasa kecewa karena tidak ada orang dibelakangku, karna saat itu hari sudah benar - benar gelap dan hanya terdengar saut - saut serangga dan burung di hutan. Lumayan parno, seperti ada yang mengikuti dibelakangku, untuk memecah kesunyian aku memilih untuk memutar musik dari handphoneku dan berdendang mengikuti irama {biar pikiran yang jelek - jelek teralihkan} Meskipun akhirnya dalam hari berteriak ketakutan-,-)
Akhirnya, sampailah aku, Hani dan Mas Min di Pos 1. Kami memutuskan untuk beristirahat dan membuat perapian karena tubuh Hani sudah semakin menggigil dan sedikit kaku. Mas Min mencari beberapa ranting pohon yang ada disekitar Pos 1, sedangkan aku bertugas untuk mempertahankan bara api tetap menyala. Untungnya saat di Pos 1 sudah ada sinyal telepon, Benna menanyakan posisi kami dan ia sudah berada di tempat dimana kami turun dari pick up. Aku baru melanjutkan perjalanan setelah keadaan Hani sedikit membaik dan mampu untuk berjalan menuruni ladang warga. Pelan - pelan yang pasti sampai. Meskipun jam tangan sudah menunjukan pukul 23.00 WIB. Dan setelah perjuangan panjang sampailah kami rombongan yang tertinggal di tempat penjemputan. Beberapa orang dari basecamp sudah menunggu kami bahkan ada dari mereka yang mengira terjadi hal - hal yang tidak baik diantara kami. Karna HT yang diberikan kepada kami hanya berfungsi sampai di Watu Ondo, selama perjalanan turun tidak ada komunikasi sama sekali. Akibatnya orang yang dibasecamp resah dan bertanya pada pendaki yang sudah turun untuk menanyakan kondisi kami dan posisi kami terakhir bertemu mereka dimana.
Pukul 12 malam kurang beberapa menit sampailah kami di basecamp, lega, lelah, ngantuk bercampur jadi satu. Kami langsung disambut hangat oleh pengurus basecamp dan beristirahat untuk membersihkan diri. Setelah selesai pertanyaan dari mereka muncul disambut dengan cerita mendetail dari kami.
Ah sungguh selalu ada hikmah dibalik sebuah kejadian
dengan begitu kamu akan mengerti arti sebuah perjalanan
-skip tidur-
Senin, 26 Desember 2016
Selamat pagi :)
Bagaimana? kaki aman kah?
hehehe
Foto dulu sebelum pulang |
-The End-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar